BicaraIndonesia.id, Bali – Optimisme Indonesia untuk mewujudkan swasembada pangan semakin menguat. Berdasarkan data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) hingga April 2025, produksi gabah nasional telah mencapai 13,9 juta ton.
Sementara itu, kebutuhan konsumsi beras domestik hanya sekitar 10,37 juta ton. Surplus ini menunjukkan kemampuan Indonesia dalam mencukupi kebutuhan beras dalam negeri secara mandiri.
Demikian disampaikan Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Sudaryono saat membuka International Fertilizer Producers Event di Bali pada Rabu (23/4/2025).
Dalam kesempatan itu, ia menekankan bahwa berbagai terobosan di sektor pertanian, khususnya pengelolaan air dan distribusi pupuk, telah memberikan dampak signifikan terhadap peningkatan produktivitas nasional.
Salah satu faktor utama keberhasilan ini adalah program penyediaan air melalui skema pompanisasi dan pipanisasi yang memungkinkan petani untuk melakukan tanam dua hingga tiga kali dalam setahun. Program ini telah berhasil mengairi lebih dari 2 juta hektare lahan pertanian.
“Indeks pertanaman kita meningkat. Ini berarti produktivitas lahan juga naik. Satu kali tanam dalam setahun kini bisa menjadi dua hingga tiga kali. Ini capaian luar biasa,” ujar Wamentan Sudaryono dalam keterangan resminya, dikutip pada Jumat (25/4/2025).
Peningkatan indeks pertanaman berdampak langsung pada kenaikan produksi, yang kemudian memperkuat posisi Indonesia dalam upaya mencapai swasembada beras.
Seiring dengan itu, Perum Bulog telah menyerap 1,4 juta ton gabah dari target 2 juta ton hingga akhir April 2025. Capaian tersebut diyakini akan memperkuat ketahanan pangan dan mengurangi ketergantungan terhadap impor beras.
Wamentan juga menyampaikan bahwa pemerintah terus mendorong Bulog agar tidak hanya menjaga pasokan domestik, tetapi juga mengambil peran strategis dalam menjaga stabilitas pangan global. Hal ini menjadi penting mengingat sejumlah negara seperti Jepang, Filipina, dan Malaysia tengah mengalami krisis pangan.
“Sebagai Wakil Menteri, tentu saya prioritaskan masyarakat kita. Tapi kami juga ingin berkontribusi memberi makan dunia,” tegasnya.
Selain pengelolaan air, distribusi pupuk menjadi perhatian serius dalam strategi menuju swasembada pangan.
Wamentan menyoroti pentingnya pupuk sebagai elemen vital dalam sistem pertanian. Tanpa pupuk yang memadai, air dan benih unggul tidak akan mampu menghasilkan produksi optimal.
“Pupuk adalah tulang punggung ketahanan pangan. Tanpa pupuk, benih dan air saja tidak cukup untuk menghasilkan produksi yang optimal,” ujarnya.
Sudaryono juga menceritakan pengalamannya saat pertama kali menjabat sebagai Wamentan. Setelah membagikan nomor WhatsApp pribadinya kepada para petani, ia menerima lebih dari 20.000 pesan dalam satu malam.
Mayoritas keluhan yang disampaikan berkaitan dengan ketersediaan benih unggul, minimnya pasokan air, rumitnya distribusi pupuk, dan fluktuasi harga saat panen.
“Dari pesan-pesan itu, saya merangkum empat persoalan utama: sulitnya mendapatkan benih unggul, minimnya air dan irigasi, rumitnya distribusi pupuk, serta turunnya harga saat panen,” ungkapnya.
Salah satu reformasi besar yang dilakukan pemerintah adalah menyederhanakan birokrasi dalam distribusi pupuk subsidi.
Sebelumnya, sistem distribusi harus melewati lebih dari 145 aturan dari berbagai kementerian dan lembaga. Kompleksitas ini kerap menyebabkan pupuk tiba terlambat di tangan petani.
Menanggapi hal tersebut, Presiden Prabowo Subianto melakukan reformasi dengan memangkas jalur distribusi menjadi hanya melibatkan tiga entitas utama, yaitu Kementerian Pertanian (Kementan), Pupuk Indonesia Holding Company (PIHC), dan petani.
“Hasilnya sangat positif, distribusi menjadi lebih cepat dan tepat sasaran, petani kembali aktif menanam, konsumsi pupuk meningkat, dan produksi pangan nasional mencatat rekor tertinggi sejak Indonesia merdeka,” ujar Sudaryono.
Tak hanya fokus pada kebutuhan nasional, Wamentan juga mengajak seluruh negara dan perusahaan untuk berkolaborasi dalam menjamin pasokan bahan baku pupuk serta mengembangkan teknologi pupuk yang ramah lingkungan.
Menurutnya, kolaborasi lintas negara sangat krusial dalam mewujudkan pertanian berkelanjutan secara global.
“Indonesia sangat terbuka untuk kolaborasi dengan siapa pun, dari negara mana pun. Kolaborasi global adalah kunci masa depan pertanian dunia,” tegasnya. ***
Editorial: A1
Source: Kementan RI