Bicaraindonesia.id, Jakarta – Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri menetapkan 10 orang sebagai tersangka dalam kasus pengoplosan elpiji bersubsidi di Jakarta.
Pengungkapan kasus ini dilakukan di dua wilayah, yakni Jakarta Timur dan Jakarta Utara, dengan nilai kerugian negara yang ditaksir mencapai Rp 16,8 miliar.
Penggerebekan ini bermula dari laporan masyarakat yang mencurigai aktivitas pemindahan isi gas elpiji subsidi 3 kg ke tabung gas nonsubsidi berukuran 12 kg dan 50 kg. Temuan ini lantas ditindaklanjuti oleh kepolisian yang kemudian berhasil mengamankan sejumlah pelaku.
“Barang bersubsidi harus disalurkan tepat sasaran. Aksi ini jelas merugikan negara dan masyarakat yang berhak menerima subsidi,” tegas Dirtipidter Bareskrim Polri, Brigjen Pol Nunung Syaifuddin, dalam konferensi pers di gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Kamis (22/5/2025).
Di kawasan Papanggo, Tanjung Priok, Jakarta Utara, polisi menangkap lima tersangka berinisial KF, MR, W, P, dan AR. Mereka diketahui melakukan praktik penyuntikan isi tabung elpiji 3 kg ke tabung 12 kg, lalu menjualnya seolah-olah sebagai elpiji nonsubsidi.
Dari hasil penyelidikan, para pelaku disebut dikendalikan oleh seseorang berinisial RT yang saat ini masih buron.
Sementara itu, di Jakarta Timur, polisi juga menetapkan lima orang lainnya sebagai tersangka. Mereka adalah BS, HP, JT, BK, dan WS, yang diamankan di sebuah gudang di Jalan Pulau Harapan IX, Cilangkap.
Kelompok ini membeli elpiji subsidi dari warung dan pangkalan, lalu mengoplosnya ke tabung ukuran 5,5 kg hingga 50 kg untuk dijual kembali ke sejumlah wilayah di Jakarta.
BS disebut sebagai dalang utama jaringan pengoplosan di Jakarta Timur. Ia memegang kendali penuh atas seluruh proses operasional, mulai dari pembelian elpiji, pembayaran gaji pekerja, hingga pengelolaan gudang.
Brigjen Nunung menyebutkan bahwa praktik ilegal ini telah berlangsung cukup lama. Di Jakarta Utara berlangsung selama satu setengah tahun, sementara di Jakarta Timur selama satu tahun.
“Kerugian negara akibat kegiatan ilegal ini diperkirakan mencapai Rp 2,34 miliar di Jakarta Utara dan Rp 14,46 miliar di Jakarta Timur. Total kerugian sebesar Rp 16,8 miliar,” paparnya.
Kesepuluh tersangka kini menghadapi ancaman hukuman pidana maksimal 6 tahun penjara serta denda hingga Rp 60 miliar. Mereka dijerat dengan Pasal 40 angka 9 UU No. 6/2023 tentang Cipta Kerja, yang mengubah ketentuan Pasal 55 UU No. 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, serta Pasal 55 KUHP.
“Penindakan seperti ini penting untuk memberi efek jera dan melindungi hak masyarakat terhadap subsidi negara,” tutup Brigjen Nunung. (*/Hum/A1)