Bicaraindonesia.id, Bandung – Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemdikdasmen) RI menekankan bahwa deep learning bukan sekadar metode atau kurikulum baru, tetapi merupakan paradigma yang harus diadopsi dalam sistem pendidikan nasional.
Hal ini disampaikan Wakil Menteri Dikdasmen Atip Latipulhayat, saat menjadi pembicara kunci dalam kuliah umum di Auditorium Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (17/2/2025).
Wamen Atip mengatakan bahwa deep learning adalah pendekatan pembelajaran yang menekankan pemahaman mendalam, bukan sekadar hafalan.
“Kita ingin anak-anak kita tidak hanya membaca, tetapi memahami, tidak hanya menghitung, tetapi menganalisis, tidak hanya menghafal, tetapi mampu menerapkan dan berinovasi,” jelas Wamen Atip dalam pernyataan tertulis dilansir pada Sabtu (22/2/2025).
Menurut dia, pendidikan di Indonesia perlu bertransformasi agar lebih adaptif terhadap perkembangan zaman. Ia menyebut jika Indonesia kini tengah menghadapi era di mana perubahan terjadi dengan sangat cepat dan tidak terduga
“Kemampuan berpikir kritis, kreatif, serta fleksibilitas dalam menghadapi tantangan adalah keterampilan yang harus dimiliki oleh generasi mendatang. Deep learning menjadi pendekatan yang tepat untuk menyiapkan peserta didik menghadapi dunia yang semakin kompleks,” ujarnya.
Karena itu, Wamen Atip menyoroti pentingnya literasi, numerasi, serta keterampilan berpikir tingkat tinggi (higher order thinking skills atau HOTS).
Ia menegaskan bahwa pendidikan di Indonesia masih menghadapi tantangan dalam aspek ini, terutama dalam hal pemahaman bacaan dan penerapan konsep matematika dalam kehidupan sehari-hari.
“Salah satu kelemahan utama pendidikan kita adalah banyaknya siswa yang hanya bisa membaca tanpa memahami maknanya,” jelasnya.
“Dalam bahasa Arab, kita menyebutnya baru sekadar ‘iqra’, belum sampai pada ‘tilawah’ yang berarti memahami dan menginternalisasi,” tambah dia.
Selain itu, Wamen Atip juga menggarisbawahi pendekatan deep learning akan membawa perubahan dalam hubungan antara guru dan siswa.
Sebab, kata dia, selama ini pembelajaran cenderung satu arah, di mana guru menjadi pusat informasi, sementara siswa hanya menerima.
“Dengan deep learning, kita ingin menciptakan lingkungan di mana siswa lebih aktif dalam membangun pemahamannya sendiri, sementara guru berperan sebagai fasilitator yang membimbing mereka dalam menemukan jawaban,” paparnya.
Wamen Atip menambahkan bahwa pendidikan yang bermutu tidak hanya bergantung pada kurikulum atau materi yang diajarkan. Tetapi juga pada cara mengajarkan dan interaksi antara pendidik dan peserta didik.
“Dengan pendekatan deep learning, kita bisa menciptakan ekosistem pembelajaran yang lebih dinamis, inovatif, dan relevan dengan kebutuhan masa depan. Ini adalah langkah besar bagi pendidikan Indonesia untuk menjadi lebih adaptif dan berdaya saing global,” pungkasnya. (*/Pr/C1)