BicaraIndonesia.id, Surabaya – Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya resmi memberlakukan pembatasan jam malam bagi anak di bawah usia 18 tahun. Kebijakan ini dimulai dengan pelaksanaan Apel Asuhan Rembulan di halaman Balai Kota Surabaya, Kamis malam (3/7/2025).
Aturan ini merujuk pada Surat Edaran (SE) Wali Kota Surabaya Nomor 400.2.4/ 12681/ 436.7.8/2025 yang menjadi dasar penerapan pembatasan aktivitas anak-anak di malam hari.
Sebagai langkah pengawalan kebijakan, Pemkot Surabaya bersama TNI dan Polri menggelar kegiatan sweeping gabungan di berbagai titik strategis dan jalan protokol Kota Pahlawan.
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi memimpin langsung apel gabungan sebelum kegiatan sweeping dimulai. Kegiatan tersebut turut diikuti oleh Dandim 0830/Surabaya Utara Kolonel Inf Didin Nasruddin Darsono, jajaran Polrestabes Surabaya, dan Polres Pelabuhan Tanjung Perak.
Setelah apel, Eri bersama jajaran pemerintah kota dan aparat TNI-Polri menyisir sejumlah ruas jalan protokol di Surabaya. Mulai dari Jalan Tunjungan, Rajawali, Kembang Jepun, Wonosari, hingga Kedung Cowek.
Rute patroli juga mencakup Kenjeran, Dr Ir Soekarno (MERR), Kertajaya, Raya Gubeng, Pemuda, Basuki Rahmat, dan Gubernur Suryo.
Dalam arahannya, Eri menekankan bahwa pembatasan jam malam bukan untuk mengekang kebebasan anak, melainkan bentuk perlindungan dari potensi bahaya aktivitas negatif pada malam hari.
“Pembatasan jam malam ini bukan untuk mengekang anak-anak kita, bukan menghilangkan hak asasi mereka. Setiap perbuatan yang positif, maka orang tua wajib mendukung. Tapi ketika kegiatan itu negatif, maka orang tua wajib mencegah,” kata Eri.
Ia menjelaskan bahwa kebijakan ini bertujuan melindungi generasi muda dari kekerasan, pergaulan bebas, penyalahgunaan narkoba, hingga aksi kriminal seperti tawuran dan geng motor.
“Yang kita lakukan adalah pembatasan agar anak-anak kita terlindung dari kekerasan, dari tempat-tempat yang bisa menyebabkan kegiatan negatif. Jadi, saya nyuwun tulung, kita bekerjanya dengan hati dan cinta,” tuturnya.
Eri juga menggarisbawahi peran penting orang tua dalam menjaga anak-anak agar tetap dalam pengawasan dan lingkungan yang aman. Ia mengajak semua elemen masyarakat seperti Satgas RW dan LSM untuk aktif terlibat.
“Maka hari ini bukan hukuman yang kita berikan kepada mereka, tapi bagaimana dengan kasih sayang kita, dengan kelembutan kita bisa mengubah mereka,” pesannya.
Kekhawatiran Eri tak lepas dari maraknya kasus kenakalan remaja yang kian meresahkan masyarakat dan menimbulkan stigma negatif terhadap generasi muda.
“Nangis kita ini kalau ada keluarga kita yang mohon maaf, pergaulan bebas, hamil di luar nikah. Tapi kita tidak pernah ingatkan anak-anak kita. Ketika ada yang tertangkap minuman keras, kita hanya bisa menyesali diri,” katanya.
Karena itu, Eri menyatakan bahwa kebijakan jam malam anak ini akan diterapkan tanpa batas waktu. Ia menilai komitmen terhadap perlindungan anak-anak harus terus dijaga sepanjang hayat.
“Ada yang bertanya sampai kapan ini dilakukan? Sampai nyawa lepas dari tubuh kita. Karena ketika kita menebar kebaikan, maka tebarlah itu sampai Tuhan mengambil nyawa kita,” tegas dia.
Ia memastikan bahwa pelaksanaan kebijakan ini dilakukan secara humanis dan edukatif. Anak-anak yang ditemukan masih berada di luar rumah akan dibawa ke kantor kecamatan untuk kemudian diserahkan kepada orang tua masing-masing.
“Ketika menemukan anak-anak, kita kumpulkan, kita ajak ke kecamatan, lalu diantarkan ke rumahnya. Yang menerima adalah orang tua dan Satgas RW setempat. Itulah tugas kita bersama sebagai orang tua,” jelasnya.
Eri juga mengajak masyarakat menjadikan kebijakan ini sebagai titik balik dalam membina dan melindungi anak-anak Surabaya dari pengaruh negatif lingkungan.
“Kita turun malam ini bukan memberikan hukuman, tapi memberikan cinta dan kasih sayang kepada anak-anak kita,” pungkasnya. (*/Pr/C1)