BicaraIndonesia.id, Semarang – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah terus memperkuat upaya pelestarian lingkungan pesisir melalui program rehabilitasi mangrove dan hutan pantai.
Kolaborasi dilakukan bersama Yayasan Kelola Lingkungan Pesisir Nusantara dan sejumlah pemangku kepentingan (stakeholder) lainnya guna menyukseskan program “Mageri Segoro”.
Gubernur Jawa Tengah, Ahmad Luthfi, menegaskan bahwa program “Mageri Segoro” telah diinisiasi sebagai bentuk komitmen pemerintah daerah untuk mengembalikan daya dukung ekosistem pesisir. Termasuk rehabilitasi kawasan mangrove dan hutan pantai yang terdampak aktivitas manusia maupun perubahan iklim.
“Saya tidak main-main soal mangrove ini. Program ‘Mageri Segoro’ itu sebagai bentuk (tekad) bahwa kita sanggup,” kata Ahmad Luthfi saat menerima audiensi dari Yayasan Kelola Lingkungan Pesisir Nusantara di kantornya, Rabu (4/6/2025).
Program yang dirancang sebagai gerakan masif penanaman pohon mangrove ini akan dimulai secara serentak pada 5 Juni 2025, bertepatan dengan peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia.
Ahmad Luthfi dijadwalkan memimpin langsung aksi penanaman mangrove ini. Ia juga telah menginstruksikan kepada seluruh kepala daerah yang memiliki garis pantai agar serius dalam pelaksanaan kegiatan ini.
“Saya ingin ini dilakukan serentak. Misal tidak bisa serentak, minimal masing-masing daerah harus punya target, dan ada laporan dari tiap stakeholder,” ujarnya.
Potensi Mangrove di Wilayah Pesisir Jawa Tengah
Diketahui, wilayah pesisir di Provinsi Jawa Tengah mencakup 17 kabupaten/kota dengan total panjang garis pantai mencapai sekitar 971,52 kilometer. Wilayah tersebut terdiri atas pantai utara sepanjang 645,08 km dan pantai selatan sekitar 326,44 km.
Ekosistem hutan mangrove dan hutan pantai tersebar di berbagai titik wilayah pesisir tersebut. Pada tahun 2024, luas hutan mangrove di Jawa Tengah diperkirakan telah mencapai lebih dari 16.102,02 hektare.
Sementara itu, Ketua Yayasan Kelola Lingkungan Pesisir Nusantara, Ardas Patra, menyebutkan bahwa terdapat potensi lahan seluas kurang lebih 44 ribu hektare yang bisa ditanami mangrove. Namun, hingga saat ini belum seluruh lahan tersebut digarap.
“Arahan dari Pak Gubernur tadi, tidak boleh dilakukan secara sporadis. Butuh kolaborasi berbagai macam pemangku kepentingan. Harus disiapkan aktivitas lain bagi masyarakat atau kelompok masyarakat yang merawat mangrove, seperti diberikan ikan dan lainnya. Ini yang harus digarap melalui kerja-kerja kombinasi pemerintah dan masyarakat, juga stakeholder terkait,” jelasnya.
Meski gerakan ini mendapat dukungan luas, tantangan teknis di lapangan masih menjadi perhatian. Berdasarkan hasil analisis di lapangan, penanaman mangrove di sepanjang pantai utara Jawa Tengah tidak bisa dilakukan secara serentak.
Hal ini disebabkan oleh kondisi rob (banjir pasang laut) yang masih menutupi sejumlah wilayah, sehingga belum memungkinkan dilakukan penanaman mangrove secara langsung di titik-titik tertentu. (*/Hms/C1)