Bicaraindonesia.id, Jakarta – Ketua DPR RI Puan Maharani menyoroti serius meningkatnya angka pemutusan hubungan kerja (PHK) di Indonesia yang dilaporkan oleh berbagai pihak, termasuk Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli.
Karena itu, Puan meminta pemerintah untuk segera mengambil langkah strategis, termasuk memberikan bantuan kepada pekerja formal yang beralih ke sektor informal usai di-PHK.
“Tidak sebandingnya antara lapangan pekerjaan dengan angkatan kerja yang terus bertambah memaksa para pekerja beralih ke sektor informal. Negara harus hadir mendampingi rakyatnya yang tengah berjuang bertahan dari kerasnya hidup, termasuk mereka yang di-PHK,” kata Puan dalam keterangan persnya di Jakarta dikutip pada Selasa (6/5/2025).
Untuk merespons fenomena PHK massal ini, Puan mendorong pemerintah membuka lebih banyak lapangan kerja baru serta memperluas pemberian bantuan sosial (bansos).
Ia juga menekankan pentingnya perlindungan bagi para pekerja yang mencari peluang baru di luar sektor formal.
“Jangan biarkan pekerja yang di-PHK berjuang sendirian. Negara harus hadir untuk mendampingi proses transisi tenaga kerja yang beralih dari sektor formal ke informal, dari pekerja upahan ke pelaku usaha dan jasa dengan pendekatan yang nyata dan terukur,” ujar perempuan pertama yang menjabat sebagai Ketua DPR RI ini
Data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatat, sepanjang Januari hingga 23 April 2025, terdapat 24.036 kasus PHK. Angka ini mencakup sepertiga dari total PHK sepanjang tahun 2024, yang mencapai 77.965 orang.
Provinsi dengan angka PHK tertinggi adalah Jawa Tengah, DKI Jakarta, dan Riau, dengan sektor industri pengolahan, perdagangan besar dan eceran, serta jasa sebagai yang paling terdampak.
Puan juga menyoroti laporan Hiring, Compensation and Benefits Report 2025 dari Jobstreet yang menyatakan bahwa 42% perusahaan di Indonesia telah memangkas jumlah pegawai. Posisi yang paling terdampak adalah karyawan tetap penuh waktu dan staf administrasi.
Menurut Puan, lonjakan PHK ini menunjukkan lemahnya sistem ketenagakerjaan nasional dalam menghadapi tantangan digitalisasi dan perubahan struktur ekonomi. Karena itu, ia meminta kementerian terkait untuk melakukan pendampingan intensif dalam masa transisi kerja.
“Banyak pekerja kita yang terimbas PHK kemudian beralih untuk menjadi wirausaha kecil atau UKM dan UMKM. Ada juga yang masuk ke sektor ekonomi kreatif, atau menjadi penyedia jasa dalam berbagai bidang,” ungkap Puan.
Ia menegaskan bahwa bantuan pemerintah harus mendorong lahirnya peluang baru yang benar-benar produktif, bukan sekadar bertahan hidup.
“Pemerintah perlu memberikan bantuan agar peluang-peluang baru bagi mereka memberikan hasil positif, dan bukannya menambah mereka semakin terpuruk,” ujar mantan Menko PMK itu.
Puan juga menyampaikan bahwa program pemberdayaan wirausaha tidak cukup hanya dengan pelatihan dasar atau modal usaha kecil. Yang dibutuhkan masyarakat adalah akses terhadap ekosistem usaha yang berkelanjutan.
“Jangan sampai rakyat didorong menjadi wirausaha tapi hanya menghasilkan usaha-usaha yang nyaris subsisten, dengan produktivitas dan pendapatan rendah. Itu bukan pemberdayaan, tapi pengalihan tanggung jawab struktural,” tegasnya.
Ia mendorong pemerintah membangun sistem menyeluruh mulai dari pendampingan, akses permodalan, hingga integrasi ke dalam ekosistem pasar yang kompetitif.
“Harus disiapkan sistem yang komprehensif mulai dari pendampingan, akses pembiayaan, hingga integrasi dengan ekosistem pasar,” imbuh cucu Bung Karno tersebut.
Sebagai penutup, Puan menekankan bahwa solusi terhadap badai PHK harus bersifat jangka panjang. Ia melihat saat ini sebagai momentum membangun model ekonomi kerakyatan yang berbasis kewirausahaan produktif dan berdaya saing global.
“Kita harus pastikan bahwa PHK bukan akhir, melainkan awal dari fase baru ekonomi rakyat yang lebih maju dan bermartabat. Ini hanya bisa tercapai jika Negara tidak lepas tangan,” tutupnya. (*/Pr/A1)