Bicaraindonesia.id, Surabaya – Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, menginstruksikan Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja (Disperinaker) untuk melakukan pendataan ulang terhadap seluruh perusahaan yang beroperasi di wilayah Kota Pahlawan.
Kebijakan ini diambil untuk memastikan kepatuhan perusahaan terhadap regulasi serta memberikan perlindungan maksimal terhadap hak-hak pekerja.
“Saya sudah sampaikan kepada Disperinaker, saya kasih waktu dua minggu untuk mendata seluruh perusahaan di Surabaya,” ujar Wali Kota Eri Cahyadi pada Kamis (17/4/2025).
Menurut Eri, terdapat tiga aspek utama yang menjadi fokus dalam proses pendataan ulang ini. Aspek pertama adalah kelengkapan izin usaha, kedua terkait kesesuaian lokasi operasional perusahaan dengan izin yang dimiliki, dan ketiga mengenai kejelasan status badan hukum atau unit usaha yang bersangkutan.
“Cek izinnya ada atau tidak. Kedua, apakah lokasi operasionalnya sesuai dengan izin. Ketiga, kalau tidak ada izin, harus ada surat keterangan domisili yang diperkuat oleh camat, serta kejelasan status perusahaan itu sebagai anak usaha, gudang, atau lainnya,” jelas dia.
Sebagai Ketua Dewan Pengurus Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI), Eri juga menekankan pentingnya penegakan hukum terhadap perusahaan-perusahaan yang melakukan pelanggaran.
Ia menyoroti praktik-praktik yang merugikan pekerja seperti penahanan ijazah atau pengabaian hak-hak ketenagakerjaan.
“Saya pastikan, tidak boleh lagi ada kejadian-kejadian yang melanggar Peraturan Daerah (Perda), Peraturan Pemerintah (PP), maupun Peraturan Menteri (Permen) di Surabaya. Jika ada perusahaan yang menahan ijazah atau tidak memenuhi hak pekerja, itu harus ditindak,” tegasnya.
Ia menuturkan bahwa Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya juga membuka posko pengaduan bagi para pekerja yang merasa dirugikan oleh perusahaan tempat mereka bekerja. Posko ini dapat diakses oleh siapa saja yang bekerja di wilayah Surabaya dan mengalami tindakan semena-mena dari pihak perusahaan.
“Yang penting perusahaannya ada di Surabaya. Kalau perusahaan itu nakal, merugikan pekerja, maka yang disalahkan nanti Kota Surabaya. Meski pengawasan kewenangan provinsi sesuai UU No. 23 Tahun 2014, tapi kita tidak bisa tinggal diam karena lokasinya tetap di Surabaya,” jelasnya.
Mengenai kewenangan Pemkot Surabaya dalam menangani pelanggaran, Eri menjelaskan bahwa pihaknya tetap memiliki kendali terhadap perizinan tertentu, termasuk Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).
“Kalau AMDAL dicabut, meskipun izin lainnya dari provinsi, perusahaan tidak bisa beroperasi. Kami tetap bisa memberi masukan ke provinsi. Ketika ada laporan dari warga, kami bisa evaluasi izin-izin seperti AMDAL itu,” pungkasnya. (*/Pr/C1)