Bicaraindonesia.id, Jakarta – Teknologi kecerdasan artifisial atau Artificial Intelligence (AI) kini tak hanya memberi manfaat, tetapi juga mulai disalahgunakan untuk tindak kejahatan dan penipuan digital.
Salah satu bentuk penyalahgunaan yang marak terjadi adalah pembuatan konten palsu seperti foto dan video menggunakan teknologi deepfake.
Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Komdigi) Nezar Patria mengimbau masyarakat agar lebih waspada terhadap berbagai aksi kriminalitas yang memanfaatkan teknologi AI.
“Kita bisa menyaksikan sekarang video-video yang dihasilkan oleh AI itu nyaris sempurna, banyak orang bahkan terkecoh, bukan hanya orang awam, para ekspert pun kadang-kadang terkecoh dengan video ataupun foto yang dihasilkan karena sangat mirip dengan yang asli,” ujar Wamen Nezar Patri dikutip melalui siaran tertulisnya di Jakarta pada Senin (14/04/2025).
Nezar Patria mengungkapkan bahwa AI kini juga disalahgunakan dalam bentuk pemalsuan bukti transfer bank. Modus ini digunakan untuk menipu nasabah agar percaya bahwa mereka telah menerima sejumlah uang.
“Bukti transfer itu bisa dengan cepat dibuat, bahkan sampai dengan hologram yang ada di belakangnya, itu juga bisa ditiru,” tegasnya.
Menanggapi maraknya kejahatan digital berbasis AI, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) telah mengeluarkan Surat Edaran Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 9 Tahun 2023 mengenai Etika Kecerdasan Artifisial. Kebijakan ini bertujuan untuk memberikan pedoman penggunaan AI yang bertanggung jawab.
Selain itu, dalam menghadapi kejahatan keuangan dan perbankan yang melibatkan AI, Kementerian Komdigi telah bekerja sama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia untuk melakukan langkah pencegahan dan mitigasi risiko terhadap nasabah.
Nezar juga menjelaskan bahwa pemerintah memanfaatkan sejumlah payung hukum untuk menanggulangi kejahatan digital ini.
Payung hukum tersebut, antara lain yakni, Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (PDP), Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), dan Undang-Undang Hak Cipta.
Meski telah memiliki regulasi yang ada, Nezar menyadari bahwa perkembangan teknologi AI yang sangat pesat membuat penanganan kejahatan digital menjadi tantangan tersendiri.
“Perkembangan penggunaan AI untuk memanipulasi dan menciptakan sesuatu yang baru itu jauh lebih cepat dari peraturan-peraturan yang kita hasilkan,” ungkapnya.
Untuk merespons tantangan tersebut, Nezar menyatakan bahwa pemerintah saat ini tengah menyusun peta jalan pengembangan AI nasional.
Peta jalan tersebut bertujuan agar teknologi AI dapat dimanfaatkan secara positif dan digunakan untuk mencegah dampak negatif di masa mendatang. (*/Sp/A1)