BicaraIndonesia.id, Jakarta – Pemerintah mulai menyalurkan bantuan sosial (bansos) triwulan II tahun 2025 kepada 16,5 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM) pada Rabu, 28 Mei 2025.
Penyaluran bansos ini mencakup Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) dengan nilai total mencapai Rp10 triliun.
Menteri Sosial Saifullah Yusuf atau yang akrab disapa Gus Ipul menyampaikan informasi ini dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Sosial, Jakarta, pada Rabu (28/5/2025) petang.
Gus Ipul menjelaskan bahwa penyaluran bansos dilakukan berdasarkan arahan Presiden Prabowo Subianto dengan menggunakan Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN). Pendekatan ini bertujuan agar penyasaran bantuan sosial lebih tepat sasaran.
Melalui proses pemutakhiran data terbaru, ditemukan bahwa sebanyak 1,8 juta KPM tidak lagi memenuhi syarat untuk menerima bansos.
“Mereka sebagian kita temukan berada di desil 6 ke atas. Artinya, kondisi ekonominya sudah membaik dan lebih mandiri. Jadi, tidak lagi masuk kelompok desil 1, 2, atau 3,” jelas Gus Ipul dalam keterangannya di Jakarta seperti dikutip pada Jumat (30/5/2025).
Sebagai langkah lanjutan, alokasi bansos dari 1,8 juta KPM tersebut akan dialihkan kepada penerima yang lebih layak, khususnya masyarakat yang masuk kategori miskin ekstrem.
“Setelah penyaluran ini, pemutakhiran data juga akan terus kami lakukan,” kata dia.
Menteri Sosial juga mengungkapkan bahwa proses pemutakhiran DTSEN dilakukan melalui dua jalur utama. Jalur pertama adalah jalur formal yang melibatkan integrasi data antarlembaga.
Jalur kedua adalah jalur partisipatif melalui aplikasi Cek Bansos, yang memiliki fitur Usul dan Sanggah.
“Kami minta masyarakat melengkapi syarat yang tersedia di aplikasi cek bansos jika ingin mengusulkan atau menyanggah data yang ada,” tambahnya.
Di sisi lain, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti mengungkapkan bahwa proses pemutakhiran DTSEN untuk bansos triwulan II telah diselesaikan. Proses ini melibatkan kolaborasi dengan pendamping PKH serta BPS di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
“Kami lakukan ground check terhadap sekitar 12 juta keluarga. Dari situ, sekitar 6,9 juta keluarga berhasil diverifikasi dan masuk dalam pemutakhiran DTSEN,” ujarnya.
Amalia juga menekankan bahwa pemutakhiran DTSEN dilakukan dengan memadukan berbagai sumber, termasuk hasil survei BPS, data administrasi, serta rekonsiliasi dengan data dari Dukcapil.
“Seluruh data yang telah dimutakhirkan ini telah kami serahkan kepada BPKP untuk validasi akhir. Tujuannya jelas, untuk meminimalkan ketidaktepatan sasaran dalam penyaluran bansos,” tutupnya. (*/Hum/A1)