Bicaraindonesia.id – Museum Kehidupan Samsara adalah salah satu dari pengejawantahan Museum Kehidupan di Kabupaten Karangasem Bali. Letaknya, berada di Desa Jungutan, Bebandem, Karangasem, dan sangat dekat dengan Gunung Agung.
“Om Swastiastu” itulah sapaan yang dilontarkan penerima tamu saat melintasi gapura Museum Kehidupan Samsara atau Samsara Bali Living Museum, di Kabupaten Karangasem, Bali.
Selendang merah dan minuman selamat datang kunyit asam yang diracik masyarakat setempat, jadi interaksi pertama saat pengunjung menginjakkan kaki pertama kali.
Co–Founder Museum Kehidupan Samsara, Ida Bagus Agung Gunartawa mengatakan, konsep ini berawal dari keprihatinan modernisasi yang menggerus adat dan budaya Bali. Apalagi kini jarang dipahami terutama oleh generasi muda.
“Museum Kehidupan Karangasem yang mengangkat tema tentang siklus hidup manusia Bali. Dimulai dari berbagai nilai serta tradisi yang melekat sejak bayi berada di dalam kandungan, kemudian lahir ke dunia, hidup dan mati bahkan hingga menyatu dengan Ida Sanghyang Widhi Wasa dan tercapainya kesempurnaan,” kata Agung Gunartawa dalam siaran pers tertulis, Sabtu (12/10/19).
Setidaknya ada 14 rentetan upacara Hindu yang disajikan dalam bingkai foto beserta penjelasan dan alatnya di dalam museum.
Selain itu, di museum ini juga diperlihatkan kegiatan aktivitas sehari masyarakat setempat. Dari mulai pembuatan sarana tetabuhan (arak, brem), meulat – ulatan, mejejahitan, melukis wayang, bahkan sampai kegiatan kesenian khas seperti mecakepung/genjek, ngoncang.
Bahkan, tanaman upacara juga ditanam di sekitar museum. Ada juga kuliner Bali yang dijual untuk wisatawan dengan harga yang murah meriah.
Juru bicara Museum Ida Ayu Chandramurtie menjelaskan, alasan fundamental pembentukan Living Museum ini agar ada diferensiasi dan menunjukkan posisi Karangasem sesuai branding ‘Karangasem the Spirit of Bali’.
“Maka ada aktivitas masyarakat sehari-hari di sini. Jadi ada proses perlindungan dan sebagainya. Dengan semakin dipelihara dan dijaga maka akan semakin mahal harganya ke depan sembari melestarikan,” kata dia.
Menurutnya, museum ini juga turut memberdayakan potensi lokal. Bahkan, yang menjalankan semua alat hingga menjajakan makanan tradisional adalah warga sekitar.
“Kami ada 11 orang pegawai lokal. Dengan itu museum ini menjadi salah satu sarana yang mengangkat perekonomian masyarakat sekitar,” terangnya.