Bicaraindonesia.id, Surabaya – Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya memberlakukan pembatasan jam malam bagi anak-anak melalui Surat Edaran (SE) Nomor 400.2.4/ 12681/ 436.7.8/2025.
Kebijakan ini diteken langsung oleh Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi sebagai langkah konkret dalam menjaga dan melindungi hak-hak anak di kota ini.
Kebijakan tersebut bertujuan memastikan anak-anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal, serta terlindungi dari berbagai bentuk kekerasan dan diskriminasi. Dalam aturan ini, anak didefinisikan sebagai seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
Eri Cahyadi menegaskan, Surabaya sebagai bagian dari jaringan global Child Friendly Cities Initiative (CFCI) UNICEF, berkomitmen penuh menciptakan lingkungan aman dan kondusif bagi tumbuh kembang anak.
“Pembatasan jam malam ini bertujuan membatasi aktivitas anak di luar rumah pada malam hari, guna menghindarkan mereka dari berbagai risiko seperti kenakalan remaja, pergaulan bebas, minuman keras, narkotika, psikotropika, zat adiktif lain, serta segala bentuk kekerasan terhadap anak,” kata Eri dalam keterangan tertulis dikutip pada Selasa (24/6/2025).
Jam malam ini berlaku mulai pukul 22.00 WIB hingga 04.00 WIB. Selama rentang waktu tersebut, anak tidak diperbolehkan melakukan aktivitas di luar rumah, kecuali dalam beberapa kondisi tertentu.
Adapun pengecualian yang diatur dalam surat edaran ini antara lain, anak yang mengikuti kegiatan sekolah atau lembaga pendidikan resmi, kegiatan keagamaan atau sosial kemasyarakatan di lingkungan tempat tinggal dengan sepengetahuan orang tua atau penanggung jawab.
“Kemudian, anak berada di luar rumah bersama orang tua/penanggung jawab atau keluarga. Kondisi darurat, bencana, atau keperluan kesehatan mendesak. Serta, kondisi lain yang mendapat persetujuan dan sepengetahuan orang tua/penanggung jawab,” jelasnya.
Eri juga menegaskan, selama jam malam, anak tidak dibenarkan berkumpul di tempat umum tanpa pengawasan, terlibat dalam aktivitas yang mengarah pada tindak kriminalitas, atau bergabung dengan komunitas yang berpotensi menimbulkan kenakalan remaja seperti Komunitas Punk, Gangster, Balap Liar, Napza, dan sejenisnya.
“Anak juga dilarang berada di lokasi dan komunitas yang berpotensi membahayakan keselamatan, seperti warung kopi, warung internet, penyedia game online, atau di jalanan,” tegasnya.
Bagi anak yang melanggar aturan ini, Pemkot Surabaya akan menerapkan pendekatan persuasif dan edukatif terlebih dahulu. Selanjutnya, dilakukan pembinaan oleh petugas terkait yang melibatkan orang tua atau penanggung jawab.
Sanksi lain mencakup kewajiban mengikuti program Rumah Perubahan dan Rumah Ilmu Arek Suroboyo (RIAS). Jika ditemukan kasus khusus, penanganan akan dikoordinasikan dengan Kepolisian Resor Surabaya dan instansi terkait.
“Orang tua atau penanggung jawab yang anaknya melanggar juga akan dikenai sanksi berupa wajib mengikuti program kelas parenting orang tua, serta akan dilakukan monitoring dan evaluasi oleh Ketua RW, Ketua RT, Kader Surabaya Hebat, dan Unsur Kelurahan/Kecamatan,” jelasnya.
Dalam mendukung pelaksanaan jam malam ini, Pemkot Surabaya mengimbau semua elemen masyarakat turut berperan aktif, termasuk menghidupkan kembali Sistem Keamanan Lingkungan (Siskamling) atau Jogo Tonggo Suroboyo di tiap wilayah.
Sementara itu, orang tua atau penanggung jawab juga wajib berperan aktif sebagai garda terdepan dalam menerapkan 7 Karakter Anak Indonesia Hebat. Yakni, bangun pagi, beribadah, berolahraga, makan sehat dan bergizi, gemar belajar, bermasyarakat, serta tidur cepat.
“Mereka juga wajib melakukan pengawasan dan pemantauan terhadap penerapan jam malam, serta mencari tahu keberadaan anak jika berada di luar jangkauan pengawasan,” tambah Eri.
Tak hanya itu, Pemkot Surabaya juga mengharapkan orang tua memberi edukasi kepada anak tentang bahaya kenakalan remaja, pergaulan bebas, konsumsi minuman keras, narkotika, psikotropika, zat adiktif lainnya, serta kekerasan dalam bentuk apapun.
“Menerapkan gerakan 1 Jam Berkualitas Tanpa Gawai Bersama Keluarga untuk meningkatkan komunikasi, kehangatan, kesehatan jiwa, dan ketahanan anak terhadap pengaruh negatif,” katanya.
Tokoh agama, pemuda, dan masyarakat juga diimbau terlibat dalam pengawasan dan pembinaan ramah anak di lingkungannya. Pemerintah daerah bersama seluruh stakeholder terkait bertanggung jawab untuk sosialisasi, pelaksanaan, dan evaluasi kebijakan ini secara berkala.
“Dengan sinergi antara pemerintah, orang tua, dan masyarakat, diharapkan kebijakan jam malam ini dapat menciptakan lingkungan yang lebih aman dan mendukung tumbuh kembang optimal bagi generasi penerus Surabaya,” pungkas Eri. (*/Pr/C1)