BicaraIndonesia.id, Surabaya – Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya resmi meluncurkan identitas visual baru kota berupa logo bertajuk “Surabaya City of Heroes“. Peluncuran dilakukan bertepatan dengan resepsi Hari Jadi Kota Surabaya (HJKS) ke-732 yang berlangsung di Balai Kota pada Sabtu (31/5/2025).
Peluncuran logo ini bukan sekadar pergantian simbol visual semata, tetapi melalui proses panjang dan terukur. Pemkot Surabaya menggandeng Asosiasi Desainer Grafis Indonesia (ADGI) Chapter Surabaya, dan melibatkan para ahli dalam pelaksanaannya.
Proses pemilihan logo dilakukan melalui mekanisme sayembara terbuka yang ketat dengan mengedepankan orisinalitas serta proses desain yang sehat dan profesional.
Sayembara dimulai dengan panggilan terbuka pada 29 April 2025 dan berhasil menarik perhatian puluhan peserta dari berbagai provinsi di Indonesia.
Dari sekitar 40 pendaftar, tiga peserta terbaik disaring untuk melanjutkan ke tahap pengembangan desain, yaitu Jafar Atthoyar, Christine Sutanto, dan Abraham Zoesa. Karya Jafar Atthoyar bertajuk “Surabaya City of Heroes” akhirnya terpilih sebagai identitas visual baru Kota Surabaya.
Karya Jafar mengusung filosofi bahwa “Heroisme hari ini adalah semangat kota yang hidup dari warganya”. Desainnya merepresentasikan huruf S sebagai simbol api dan semangat warga, unsur Sura & Baya sebagai simbol keseimbangan, serta pusaran arah yang melambangkan gerak maju kota.
Ketua ADGI Chapter Surabaya, Andriew Budiman, menjelaskan bahwa seluruh peserta sayembara telah melalui tahapan seleksi ketat, baik portofolio maupun rekam jejak, sebelum akhirnya mendapatkan pendampingan dari tim ahli lintas disiplin.
“Jadi peserta sudah kami seleksi terlebih dahulu dan prosesnya juga melalui pendampingan dari nol. Jadi kami mengikuti setiap prosesnya,” ujar Andriew Budiman dalam keterangan tertulis dikutip pada Jumat (6/6/2025).
Ia juga menambahkan bahwa pendekatan lintas disiplin sudah diterapkan sejak awal, termasuk dengan melibatkan praktisi dan akademisi dari berbagai bidang. Kolaborator tersebut berasal dari ADGI, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga (FIB Unair), Desain Komunikasi Visual ITS, serta perwakilan dari Pemkot Surabaya.
“Pendampingan berlangsung selama tiga hingga empat minggu untuk memastikan proses berjalan sehat. Jadi (peserta) sayembara ini juga kami seleksi portofolio, maupun (Curriculum Vitae) CV-nya. Dengan begitu, selain teruji hasil kerjanya, juga teruji rekam jejaknya,” tegasnya.
Dalam penilaian, Andriew menegaskan bahwa aspek estetika visual bukan satu-satunya pertimbangan utama. Lebih dari itu, kemampuan peserta dalam menerjemahkan visi dan misi Kota Surabaya serta Wali Kota menjadi sistem identitas visual juga sangat dipertimbangkan.
“Ada kemampuan menerjemahkan visi-misi kota dan wali kota juga. Kemudian, kemampuan menciptakan sistem visual. Karena nanti identitas visual itu diterjemahkan ke dalam berbagai turunan,” paparnya.
Orisinalitas karya menjadi syarat mutlak dalam proses seleksi. “Itu wajib. Maksudnya di setiap proses desain, dengan sendirinya, (orisinalitas) itu harus. Karena itu juga ada di kode etik asosiasi profesi kami,” jelas dia.
Andriew menyebutkan bahwa seluruh peserta diwajibkan melakukan pengecekan mandiri untuk memastikan tidak ada kemiripan dengan karya lain yang sudah ada. “Peserta yang terpilih, yang menang ini, mereka secara independen sudah melakukan pengecekan,” ungkapnya.
Di tempat terpisah, Kepala Bidang tempag Kekayaan Intelektual Kanwil Kementerian Hukum (Kemenkum) Jawa Timur, Pahlevi Witantra, menyampaikan bahwa karya hasil sayembara dinilai kuat untuk didaftarkan secara resmi sebagai merek.
“Dari data yang disampaikan, bahwa logo yang akan didaftarkan (Merek) ini kan hasil sayembara. Bayangan saya, kalau itu sayembara artinya si pencipta memulai (desain) dari awal,” jelas Pahlevi.
Menurutnya, penggunaan font yang tersedia secara publik dalam desain tidak menjadi masalah dalam konteks perlindungan merek.
“Dari sisi merek, font yang sama pun tidak ada masalah, asalkan itu sudah ada di luar. Misal sama-sama pakai Times New Roman dan sebagainya, itu kalau dari sisi merek tidak ada masalah,” tegasnya.
Secara keseluruhan, Pahlevi menyimpulkan bahwa dari perspektif perlindungan hukum dan kekayaan intelektual, logo “Surabaya City of Heroes” berpeluang besar lolos dalam proses pendaftaran Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI).
“Jadi kalau dari sisi Merek clear, tidak ada masalah kalau itu didaftarkan (Merek). Kemungkinan besar tidak akan ditolak atau lolos,” pungkasnya. (*/Pr/An/C1)