Bicaraindonesia.id, Surabaya – Ludruk adalah seni tradisional yang berasal dari Provinsi Jawa Timur. Seni tersebut banyak diminati masyarakat di masa lalu karena menyajikan lakon-lakon yang menggugah dan menghibur. Salah satu lakon yang terkenal adalah Sarip Tambak Oso, yang mengisahkan perjuangan rakyat melawan penjajah Belanda.
Namun, seiring dengan perkembangan zaman, Ludruk mulai terpinggirkan oleh kehidupan modern. Pementasan Ludruk semakin jarang dilakukan dan hampir punah. Para seniman Ludruk di Surabaya mengaku kesulitan untuk mendapatkan tanggapan dan dukungan dari masyarakat.
Seniman Ludruk Surabaya, Noniati mengatakan, bahwa pementasan Ludruk saat ini hanya mengandalkan ajakan dari Dinas Kebudayaan Pemuda dan Olahraga (Disbudporapar) Kota Surabaya.
“Kita menyampaikan terima kasih kepada Pemkot Surabaya karena akhir-akhir ini grup-grup Ludruk mengisi bergiliran acara sedekah bumi di Surabaya Barat. Tapi menunggu gilirannya lama, setahun sekali, paling banyak dua kali,” kata Noniati dalam keterangannya di Surabaya, seperti dikutip pada Senin, 27 November 2023.
Noni mengungkapkan bahwa banyak kelompok Ludruk di Surabaya yang mempunyai Tanda Daftar Kesenian (TDK) dan tercatat di Disbudporapar. Namun banyak juga di antaranya yang sudah mati suri.
“Mereka kekurangan anggota bahkan tidak punya anggota. Sehingga harus comot sana-sini saat pentas. Boleh dibilang kolaborasi dengan grup lain,” katanya.
Untuk tetap bertahan, para seniman Ludruk di Kota Surabaya berusaha melakukan regenerasi dengan melibatkan anak-anak muda. Ini dikarenakan para pemain Ludruk senior sudah semakin berkurang.
“Karenanya kita meregenerasi. Di Arboyo pemain Ludruk sampai pengrawitnya, ada yang anak SD, SMP, SMA dan Mahasiswa. Demikian pula di Ludruk Putra Taman Hira, itu mayoritas pemainnya masih muda-muda,” jelas Noni.
Anggota DPRD Surabaya dari Fraksi PDI Perjuangan, Anas Karno mendukung upaya pelestarian dan pengembangan seni Ludruk di Surabaya.
“Ludruk merupakan kesenian yang berakar pada kearifan budaya lokal. Di masa pemerintahan kolonial Ludruk menjadi sarana perjuangan aspirasi rakyat, lewat parikan-parikan dan lakon yang dipentaskan,” kata Anas Karno.
Wakil Ketua Komisi B DPRD Surabaya itu mengapresiasi regenerasi yang dilakukan kelompok-kelompok Ludruk di Kota Pahlawan agar tetap eksis.
“Dengan pementasan yang menampilkan anak-anak muda dan gaya anak muda, bisa menarik minat generasi muda, untuk melihat pementasan Ludruk,” tuturnya.
Anas berharap, ada dukungan penuh dari berbagai pihak untuk melestarikan dan mengembangkan seni Ludruk di Kota Surabaya.
“Kalau nantinya kawasan THR selesai direvitalisasi, saya berharap Ludruk bisa pentas reguler di lokasi tersebut,” pungkasnya. ***
Editorial: A1