Bicaraindonesia.id – Laksamana Malahayati adalah Laksamana Laut perempuan pertama di Dunia. Ia merupakan seorang perempuan pejuang yang berasal dari Kesultanan Aceh.
Nama aslinya adalah Keumalahayati, putri dari Laksamana Mahmud Syah bin Laksamana Muhammad Said Syah. Kakeknya merupakan putra Sultan Salahuddin Syah yang memimpin Aceh pada 1530-1539.
Sementara Ayahnya adalah seorang laksamana. Tak heran jika Malahayati akrab dengan dunia angkatan laut.
Selain dari ayahnya, Malahayati mendapat pendidikan akademi militer dan memperdalam ilmu kelautan di Baital Makdis, (pusat pendidikan tentara Aceh). Di sana, Malahayati bertemu dengan seorang perwira muda yang kemudian menjadi pendamping hidupnya.
Dalam suatu perang melawan Portugis di Teluk Haru, armada Aceh sukses menghancurkan Portugis. Tetapi dalam pertempuran tersebut, sekitar seribu orang Aceh gugur, termasuk Laksamana yang merupakan suami Malahayati.
Tak ingin bermuram durja atas gugurnya sang suami, Malahayati membentuk armada yang terdiri dari para janda yang suaminya gugur dalam pertempuran melawan Portugis.
Dalam perkembangannya, pasukannya tidak hanya terdiri dari para janda, tetapi gadis-gadis juga ikut bergabung. Armada ini dikenal dengan nama Inong Balee atau armada perempuan janda.
Armada yang Pangkalannya berada di Teluk Lamreh Krueng Raya ini, memiliki 100 kapal perang dengan kapasitas 400-500 orang. Tiap kapal perang dilengkapi dengan meriam. Bahkan kapal paling besar dilengkapi lima meriam.
Dua kapal dagang Belanda yang dipimpin Cornelis de Houtman dan Frederick de Houtman datang mengunjungi Aceh Pada Juni 1599. Kedatangan mereka disambut baik oleh Sultan dengan upacara kebesaran dan perjamuan.
Namun, setelah itu timbul ketegangan dan konflik, hingga timbul peperangan melawan Belanda pada September 1599. Sejumlah orang Belanda terbunuh, termasuk Cornelis de Houtman yang dibunuh oleh panglima armada Inong Balee, Malahayati, dengan rencongnya.
Tidak hanya seorang panglima perang, Malahayati juga seorang diplomat. Saat itu setelah pertempuran melawan armada Belanda, hubungan Aceh dan Belanda sempat tegang.
Prins Maurits, yang memimpin Belanda saat itu berusaha memperbaiki hubungan. Maka dikirim utusan ke Aceh, dan Malahayati ditugaskan oleh Sultan untuk melakukan perundingan-perundingan awal dengan utusan Belanda, hingga tercapai sejumlah persetujuan.
Atas keberaniannya, Malahayati mendapat gelar laksamana hingga ia lebih dikenal dengan nama Laksamana Malahayati. Namanya kemudian dikenang di berbagai tempat, diantaranya digunakan sebagai nama salah satu kapal perang Republik Indonesia, KRI Malahayati.