Bicaraindonesia.id, Jakarta – Pemerintah terus mencari solusi terbaik dalam penanganan penataan tenaga non-aparatur sipil negara (ASN) atau honorer di Tanah Air. Setidaknya ada tiga alternatif solusi penyelesaian yang ditawarkan untuk dapat mengakomodasi tenaga non-ASN tersebut.
Hal ini sebagaimana disampaikan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Abdullah Azwar Anas dalam rapat kerja bersama Komisi II DPR RI, di Gedung Nusantara II, Jakarta pada Senin, 21 November 2022 lalu.
“Ada tiga solusi yang ditawarkan, yaitu tenaga non-ASN diangkat seluruhnya menjadi ASN, diberhentikan seluruhnya, atau diangkat sesuai dengan skala prioritas,” kata Menteri Anas dalam keterangannya, seperti dikutip pada Kamis, 24 November 2022.
Menurut dia, dalam solusi alternatif yang ditawarkan, tentu ada kelebihan dan kekurangan yang perlu dicermati oleh seluruh pihak. “Prinsipnya, pemerintah ingin pelayanan publik dan reformasi birokrasi berjalan optimal, menuju birokrasi berkelas dunia, dan di sisi lain diupayakan agar tidak ada tenaga non-ASN yang kehilangan pekerjaan,” jelas Anas.
Alternatif solusi pertama, Anas memaparkan, bahwa tenaga non-ASN diangkat seluruhnya menjadi ASN. Apabila seluruh tenaga non-ASN diangkat menjadi ASN, tentu membutuhkan kekuatan keuangan negara yang cukup besar.
Selain itu pula ada tantangan karena masih meraba-raba kualitas dan kualifikasi tenaga non-ASN tersebut. “Ada yg sangat bagus kualitas dan kualifikasinya. Tapi mungkin ada yang kualitasnya belum memenuhi syarat,” ujarnya.
Alternatif solusi kedua, lanjut Anas, tenaga non-ASN diberhentikan seluruhnya. Namun, opsi ini tentu akan berdampak terhadap kelangsungan pelayanan publik.
“Konsekuensinya adalah terganggunya pelayanan publik. Karena banyak ASN yang masa pensiunnya sudah tiba tapi belum ada yang menggantikan di sektor-sektor pelayanan publik terutama di sektor pendidikan dan kesehatan,” lanjutnya.
Ketiga, tenaga non-ASN diangkat sesuai dengan prioritas. Salah satu prioritas pemerintah saat ini adalah pada pelayanan dasar yaitu guru dan tenaga kesehatan.
“Prioritas ini kita rumuskan, kemudian kita lakukan langkah-langkah afirmasi bagi tenaga non-ASN seperti pendidikan dan kesehatan. Tapi bukan berarti yang lain tidak prioritas, karena penataannya dilakukan bertahap,” jelasnya.
“Tiga opsi ini sudah dipetakan detil, plus-minusnya. Pemerintah akan mengkaji secara mendalam, menautkannya dengan kekuatan fiskal, kualitas birokrasi, dan keberlangsungan pelayanan publik. DPR juga pasti sama, kita semua cari opsi yang terbaik,” imbuh Anas.
Menteri Anas juga menyebutkan, proses pendataan non-ASN telah dilaksanakan dan diumumkan mulai tanggal 1-22 Oktober 2022. Namun, sampai 31 Oktober 2022, sebanyak 120 instansi tidak/belum menyampaikan Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM) yang ditandatangani oleh PPK instansi masing-masing.
Dengan demikian, didapatkan hasil pendataan non-ASN pada instansi pusat maupun daerah pasca uji publik yaitu sebanyak 2.360.723 orang. “Perlu dipahami bahwa pendataan ini bukan otomatis akan diangkat menjadi ASN,” tegasnya.
Anas mengakui, dari berbagai hal penting yang sudah didiskusikan bersama stakeholders terkait, tetap harus diputuskan hal yang paling genting dalam penanganan tenaga non-ASN. Maka dari itu, ia menegaskan, bahwa penanganan tenaga non-ASN bukan hanya menjadi urusan pusat, tetapi juga pemerintah daerah.
Diketahui sebelumnya, mantan Bupati Banyuwangi tersebut sudah menerima aspirasi dan membahas alternatif solusi penanganan tenaga non-ASN dengan asosiasi pemerintah daerah baik APPSI, APKASI, dan APEKSI. Termasuk juga dengan forum-forum tenaga non-ASN.
“Kami sudah bertemu dengan para asosiasi bupati/wali kota. Teman-teman sudah memberikan beberapa alternatif salah satunya ada salary range untuk PPPK sesuai dengan kemampuan daerah,” terangnya. ***
Editorial: B1
Source: Humas KemenpanRB