Bicaraindonesia.id, Ponorogo – Ribuan warga memadati kawasan Telaga Ngebel di Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, Jumat (27/6/2025), untuk menyaksikan tradisi Larungan yang digelar bersamaan dengan peringatan 1 Muharam 1447 Hijriah atau 1 Suro dalam penanggalan Jawa.
Tradisi budaya tahunan ini menjadi puncak ungkapan rasa syukur masyarakat Ngebel atas berkah yang diterima selama setahun terakhir.
Telaga seluas 160 hektare itu berubah menjadi lautan manusia yang datang dari berbagai penjuru, termasuk wisatawan domestik dan mancanegara.
Mereka ingin menyaksikan prosesi melarung tumpeng besar berisi beras merah ke tengah telaga, sebagai simbol sedekah kepada alam.
“Makna larungan adalah doa dalam bentuk kegiatan,” ujar Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko seusai mengikuti prosesi Larungan di tengah telaga.
Ia menambahkan bahwa larungan juga merupakan bentuk sedekah, tidak hanya kepada sesama manusia, tapi juga kepada makhluk hidup lain dan alam semesta.
“Sedekah tidak hanya kepada sesama manusia, tapi juga kepada makhluk hidup lainnya dan alam,” tambahnya.
Prosesi Larungan dimulai dengan arak-arakan tumpeng hasil bumi yang ditujukan sebagai sedekah bumi. Sejumlah tumpeng nasi lengkap dengan ingkung ayam turut dipurak atau diperebutkan warga. Tradisi ini selalu menjadi magnet tahunan yang memadati area dermaga Telaga Ngebel.
Pemuka adat Kecamatan Ngebel, Hartono Dwijo Abdinagoro, menegaskan bahwa Larungan tidak berkaitan dengan pemujaan.
Menurutnya, kegiatan ini adalah bentuk pelestarian budaya dan simbol berbagi rezeki dengan ikan-ikan serta menjaga keseimbangan ekosistem dan spiritualitas warga.
“Sekadar berbagi rezeki dengan ikan-ikan dan untuk menjaga tradisi yang sudah ada sejak dulu,” kata Hartono.
Dalam catatan sejarahnya, tradisi Larungan dulunya merupakan kegiatan terbatas masyarakat sekitar telaga. Pada tahun 1993, acara ini mulai diformalkan dengan nama Larung Sesaji. Namanya berubah menjadi Larung Risalah Doa pada 1997 untuk menyesuaikan identitas Ponorogo sebagai Kota Santri.
“Sekarang hanya Larungan, perubahan nama ini menandai pergeseran fokus kegiatan menjadi ungkapan doa dan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa,” jelas Hartono.
Saat ini, Larungan telah berkembang menjadi agenda budaya tingkat kabupaten yang tercatat dalam kalender tahunan Pemkab Ponorogo. Pemerintah setempat turut mendukung dengan menambahkan sentuhan budaya dan seni agar semakin menarik minat wisatawan.
Tari Ombak Tri Murti dan tari Bedoyo Larung menjadi pembuka prosesi, menambah kekhidmatan dan keindahan acara. Kelompok karawitan PKK serta grup reog dari SMPN 1 Ngebel turut tampil dalam perayaan.
Sementara itu, pada malam sebelumnya, warga disuguhi pertunjukan wayang kulit. Festival Larungan tahun ini juga dimeriahkan dengan lomba 29 buceng purak yang menambah semarak suasana. ***
Editorial: B1
Source: Kominfo Ponorogo