Bicaraindonesia.id, Magetan – Kabar duka datang dari dunia pendakian Indonesia. Sosok legendaris yang akrab disapa Mbok Yem, pemilik warung tertinggi di puncak Gunung Lawu, telah berpulang pada Rabu (23/4/2025) di kediamannya di Dusun Dagung, Desa Gonggang, Kecamatan Poncol, Kabupaten Magetan, Jawa Timur.
Kabar duka tersebut diungkapkan oleh Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kabupaten Magetan melalui akun Instagram resminya @diskominfomagetan.
“Segenap Jajaran Pemerintah Kabupaten Magetan Mengucapkan Bela Sungkawa dan Turut Berduka Cita, yang Sedalam-dalamnya Atas berpulangnya Wakiyem (Mbok Yem) (Pemilik warung di Hargo Dumilah Gunung Lawu),” tulis akun Instagram @diskominfomagetan dilihat Bicaraindonesia.id pada Rabu (23/4/2024).
Dalam unggahan itu juga disampaikan doa agar almarhumah mendapat tempat terbaik di sisi Tuhan Yang Maha Esa.
Mbok Yem, yang memiliki nama asli Wakiyem (82), dikenal luas sebagai penjaga sekaligus pelayan setia para pendaki sejak era 1980-an. Warung kecilnya yang berdiri kokoh di Hargo Dumilah, pada ketinggian sekitar 3.150 meter di atas permukaan laut (mdpl), menjadi tempat persinggahan yang penuh makna bagi ribuan pendaki Gunung Lawu.
Sebelum menghembuskan napas terakhir, Mbok Yem sempat menjalani perawatan intensif di RSU Aisyiyah Ponorogo pada Maret lalu. Setelah dua pekan dirawat, ia sempat menjalani rawat jalan sebelum akhirnya tutup usia.
Warung Tertinggi yang Penuh Kehangatan
Warung Mbok Yem bukan sekadar tempat makan biasa. Letaknya yang hanya berjarak sekitar 115 meter dari puncak Lawu menjadikannya sebagai oase bagi pendaki yang kelelahan menaklukkan jalur-jalur terjal seperti Cemoro Sewu dan Cemoro Kandang.
Menu andalan seperti nasi pecel lengkap dengan telur ceplok, bihun, dan sayuran segar racikan khas Magetan menjadi penyelamat di tengah udara dingin yang menggigit. Cukup dengan Rp15.000, para pendaki bisa menikmati sajian hangat yang disiapkan dengan cinta oleh Mbok Yem.
Tak hanya itu, teh dan susu hangat selalu tersedia untuk menemani malam-malam dingin di ketinggian. Pada momen-momen tertentu, terutama bulan Suro, Mbok Yem juga menyajikan soto khas buatannya, yang menjadi buruan istimewa para pendaki beruntung.
Simbol Ketangguhan dan Keramahan Gunung Lawu
Bagi komunitas pendaki, Mbok Yem bukan sekadar penjaja makanan, melainkan simbol ketangguhan, keikhlasan, dan keramahan. Sosoknya menjadi ibu bagi para penakluk ketinggian yang mencari kehangatan, bukan hanya dari makanan, tapi juga dari senyum dan perhatian tulus yang ia berikan.
Perjuangannya membangun warung di tengah keterbatasan akses dan kondisi ekstrem pegunungan telah menorehkan cerita inspiratif yang tak terlupakan. Ia juga menyediakan makanan cepat saji seperti mi instan dan gorengan dengan harga bersahabat, meski logistik harus dibawa naik ke puncak.
Kehilangan Besar Bagi Dunia Pendakian
Kepergian Mbok Yem menyisakan duka mendalam, terutama bagi mereka yang pernah bertemu langsung atau sekadar mendengar kisahnya. Warung kecil di puncak Lawu kini kehilangan penjaganya, tetapi semangat dan kenangannya akan terus hidup dalam setiap langkah para pendaki.
Namanya akan selalu dikenang dalam jejak-jejak kaki yang menyusuri lereng Lawu. Ia telah menjadi bagian dari legenda gunung itu sendiri – bukan karena kekuatan fisik semata, tapi karena hati besar dan dedikasi tulusnya bagi sesama.
Warisan yang Tak Terlupakan
Kini, Gunung Lawu tak lagi sama. Namun, jejak Mbok Yem tak akan hilang. Ia telah mengajarkan banyak hal tentang ketulusan, kerja keras, dan keberanian menjaga tradisi di tengah alam yang keras.
“Selamat jalan, Mbok Yem. Kehangatanmu akan selalu dirindukan. Warungmu akan terus menjadi tempat penuh kenangan dan inspirasimu akan abadi di setiap cerita pendakian Gunung Lawu.” (*/An/A1)