Bicaraindonesia.id, Surabaya – Penyakit kardiovaskular (PKV) dan stroke masih menjadi penyebab kematian utama di Indonesia dan dunia. Berdasarkan data dari World Heart Federation, hampir sepertiga kematian di Asia Tenggara disebabkan oleh PKV, dengan jumlah korban mencapai hampir 4 juta orang setiap tahunnya.
Kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pemeriksaan kesehatan terus meningkat. Namun, kekhawatiran terhadap paparan radiasi tinggi dari alat medis seperti CT Scan membuat banyak orang lebih selektif dalam memilih fasilitas kesehatan.
Menjawab kebutuhan ini, Rumah Sakit Mitra Keluarga Surabaya kini menghadirkan teknologi CT Scan terbaru dengan paparan radiasi yang sangat rendah.
Berlokasi di kawasan Perumahan Darmo Satelit, Mitra Keluarga Surabaya memperkenalkan teknologi mutakhir computed tomography (CT) SOMATOM Force. Teknologi ini dikembangkan oleh Siemens Healthineers dengan sistem dual source, memungkinkan pemindaian lebih cepat dan akurat.
SOMATOM Force mengandalkan dua sumber sinar-X dan detektor yang bekerja bersamaan, sehingga memberikan hasil diagnosis yang lebih presisi, mempercepat proses pemeriksaan, serta meningkatkan kenyamanan pasien. Teknologi ini juga diklaim sebagai alat CT Scan tercanggih di Indonesia Timur.
“Dengan memperkenalkan SOMATOM Force di Mitra Keluarga Surabaya, kami membawa teknologi medis yang canggih lebih dekat lagi untuk masyarakat Jawa Timur,” ujar dr. Christina Dian Anggraeni, COO Mitra Keluarga Hospital Group, dalam keterangan tertulis dikutip pada Rabu (23/4/2025).
“Sistem ini menjawab kompleksitas kasus medis dan kebutuhan pasien yang terus meningkat, serta menghadirkan efisiensi dan presisi yang lebih tinggi dalam proses diagnosis dan perawatan di rumah sakit,” tambahnya.
American Heart Association mencatat bahwa Oseania dan Asia Tenggara termasuk kawasan dengan angka kematian akibat stroke tertinggi. Di Indonesia, tingginya prevalensi hipertensi menjadi penyebab utama, termasuk di Jawa Timur yang berada di peringkat ketiga dengan prevalensi 32,8% pada individu usia 15 tahun ke atas.
Hipertensi, dikenal sebagai silent killer, sering tidak menunjukkan gejala hingga terlambat ditangani. Oleh karena itu, deteksi dini dan pemeriksaan rutin sangat penting untuk mencegah komplikasi berat seperti stroke dan PKV.
Langkah inovatif ini memperkuat komitmen Mitra Keluarga Surabaya dalam meningkatkan pelayanan, khususnya pada dua Center of Excellence mereka: Heart & Vascular Center serta Brain & Spine Center.
Direktur Mitra Keluarga Surabaya, dr. Jeanny Suryatin, menegaskan bahwa kehadiran SOMATOM Force semakin menyempurnakan layanan rumah sakit.
“SOMATOM Force menyempurnakan layanan yang ada di Mitra Keluarga Surabaya, dengan tujuan utamanya untuk membantu berbagai kondisi pasien dan keadaan kritis, termasuk dalam kasus neurologi, kardiovaskular, toraks, onkologi, dan pediatrik,” jelas dr. Jeanny.
“Kemampuannya yang canggih diimbangi dengan komitmen kuat terhadap kenyamanan dan keselamatan pasien, yang tetap menjadi prioritas kami,” imbuhnya.
Melalui teknologi ini, Mitra Keluarga Surabaya mengambil langkah besar dalam menghadirkan layanan kesehatan berkualitas tinggi yang berfokus pada pasien.
Kemitraan strategis dengan Siemens Healthineers juga menunjukkan komitmen bersama dalam menghadirkan inovasi dan keunggulan teknologi medis ke Jawa Timur, khususnya Surabaya.
Country Head Siemens Healthineers Indonesia, Alfred Fahringer, mengungkapkan kebanggaannya bisa membawa teknologi ini ke Surabaya.
“Kami merasa terhormat dapat bermitra dengan Mitra Keluarga Surabaya dalam memperkenalkan SOMATOM Force, solusi mutakhir yang dirancang untuk menangani berbagai kasus klinis, yang selanjutnya mendukung kemajuan Heart & Vascular Center dan Brain & Spine Center di rumah sakit ini,” ujarnya.
“Lebih dari sekadar teknologi canggih, kemitraan ini merupakan langkah maju untuk menghadirkan layanan diagnostik yang tepat dan nyaman bagi lebih banyak orang di Jawa Timur, tepat saat mereka membutuhkannya,” lanjutnya.
Sementara itu, dr. Paulus Rahardjo menyambut positif kehadiran teknologi ini, setelah penantian panjang selama hampir dua dekade.
“Sekitar 18 tahun menunggu hadirnya teknologi yang cepat. Permainannya bukan ke situ lagi, tapi nyaman dan mengurangi dosis radiasi, karena sekarang pelayanan radiologi itu juga dipantau khusus. Radiasi yang dikenakan pada setiap pemakaian lebih kecil dari konvensional. Ini merupakan satu peningkatan dan kita bisa melihat gambar-gambar penyakit ini,” tutup dr. Paulus. ***
Laporan: Dimas AP
Editorial: A1