Bicaraindonesia.id, Jakarta – Gerakan Nasional Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU PPT) memasuki usia ke-23 tahun.
Peringatan ini menjadi momen refleksi terhadap komitmen dan pencapaian Indonesia dalam mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang (TPPU), tindak pidana pendanaan terorisme (TPPT), dan pendanaan proliferasi senjata pemusnah massal (PPSPM).
Dalam rangka memperingati momen penting ini, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menggelar acara bertajuk “Apresiasi Komitmen Nyata, Sinergi Kuat Menuju Asta Cita” pada Kamis, 17 April 2025 di Auditorium Yunus Husein, Gedung PPATK Jakarta.
Acara ini dibuka secara resmi oleh Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana. Dalam sambutannya, ia menyampaikan bahwa selama 23 tahun, gerakan nasional APUPPT-PPSPM telah menjadi pilar penting dalam menjaga kredibilitas dan integritas sistem keuangan Indonesia dari berbagai bentuk penyalahgunaan.
“23 tahun bukan waktu yang singkat. Ini bukan hanya tentang apa yang sudah kita lakukan, tetapi juga tentang bagaimana kita melangkah bersama menghadapi tantangan ke depan dalam menerapkan Rezim APUPPT-PPSPM,” kata Ivan dikutip melalui siaran tertulisnya pada Senin (21/4/2025)
Ia menyoroti bahwa kolaborasi antara lembaga penegak hukum, regulator, pelapor, dan pemangku kepentingan lainnya telah berhasil mengungkap berbagai kasus besar. Di antaranya adalah jaringan perjudian online, investasi ilegal, perdagangan orang, kejahatan lingkungan, hingga tindak pidana korupsi berskala besar.
Menurut Ivan, Indonesia saat ini menghadapi tantangan serius dalam pemberantasan judi online. Perputaran dana dari aktivitas ini diperkirakan mencapai Rp1.200 triliun sepanjang tahun 2025, melonjak tajam dari tahun sebelumnya yang mencapai Rp981 triliun.
Ia menambahkan bahwa kejahatan finansial kini semakin kompleks dengan adanya teknologi digital seperti aset kripto yang menyulitkan pelacakan dana ilegal. Karena itu, perlu penguatan strategi dan inovasi kebijakan untuk mengantisipasi perkembangan teknologi yang dimanfaatkan dalam TPPU dan TPPT.
Berdasarkan hasil National Risk Assessment (NRA) TPPU, tindak pidana korupsi tercatat sebagai kontributor terbesar terhadap praktik pencucian uang di Indonesia.
“Negara harus memberikan fokus utama dalam memberantas tindak pidana tersebut,” tambah Ivan.
Data dari Laporan Tahunan PPATK 2024 menunjukkan bahwa nilai transaksi yang terindikasi sebagai dugaan tindak pidana mencapai Rp1.459 triliun.
Dari jumlah tersebut, dugaan transaksi terkait korupsi mencapai Rp984 triliun, disusul pidana perpajakan Rp301 triliun, perjudian Rp68 triliun, dan narkotika Rp9,75 triliun.
Maka dari itu, Kepala PPATK menekankan bahwa capaian dan tantangan tersebut tidak dapat dihadapi sendiri. Diperlukan sinergi kuat antar lembaga dan pemangku kepentingan dalam menghadapi dinamika kejahatan terorganisir yang terus berubah.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Setyo Budiyanto, menegaskan pentingnya koordinasi antara KPK dan PPATK yang selama ini telah berjalan baik.
“Dukungan hasil analisis dan pemeriksaan PPATK sangat membantu KPK dalam membongkar akar kejahatan korupsi,” ujar Setyo.
Sementara itu, Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN), Marthinus Hukom, menyatakan bahwa gerakan nasional APUPPT dan PPSPM harus terus diperkuat dengan kolaborasi lintas lembaga.
“Kolaborasi ini akan menjadi kekuatan kita dalam mencegah kejahatan yang terorganisir dan merusak masa depan bangsa,” kata Marthinus. (*/Sp/A1)