Surabaya, Bicaraindonesia.id – Meski Surabaya sudah menjadi daerah perkotaan, namun sejumlah masyarakatnya masih ada yang bekerja sebagai petani padi. Bahkan, para petani padi masih ada di 12 wilayah kecamatan Kota Surabaya.
Mereka menggarap lahan-lahan kosong untuk sektor pertanian. Mulai dari milik pengembang yang belum digunakan, perorangan hingga Bekas Tanah Kas Desa (BTKD) atau aset milik Pemkot Surabaya.
Nah, salah satu aset yang masih digunakan untuk sektor pertanian berada di lahan Bekas Tanah Kas Desa (BTKD) Jeruk, Kecamatan Lakarsantri, Kota Surabaya.
Pada Rabu (4/1/2023), Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Surabaya bersama Kelompok Tani (Poktan) Sri Sedono, menggelar panen padi. Panen dilakukan di BTKD Jeruk dengan luas 4 hektar dari total luas lahan 40 hektar.
Kepala DKPP Kota Surabaya, Antiek Sugiharti menyampaikan, jika lahan di wilayah Jeruk dengan total 40 hektar, tidak seluruhnya merupakan BTKD atau aset milik pemkot. Sebagian lahan itu ada yang milik pengembang, perorangan hingga aset pemkot.
“Sedangkan yang dipanen kali ini, merupakan lahan BTKD Jeruk seluas 4 hektar. Panen dilaksanakan Poktan Sri Sedono yang beranggotakan sekitar 35 orang,” kata Antiek dalam siaran persnya, dikutip pada Jumat (6/1/2023).
Antiek menjabarkan, jika padi kali ini sebelumnya ditanam sekitar tiga bulan lalu atau tepatnya pada Oktober tahun 2022. Sedangkan untuk jenis padi yang ditanam adalah varietas ciherang.
“Panen dilakukan secara manual, karena kondisi tanahnya terlalu becek dan tidak memungkinkan jika pakai alat. Kalau biasanya panen, kita pakai alat combine harvester,” ungkapnya.
Sementara itu,Kepala Bidang Pertanian DKPP Surabaya, Rahmad Kodariawan memperkirakan, jika hasil panen padi dapat mencapai sekitar 5,6 ton per hektar. Apabila yang dipanen seluas 4 hektar, maka estimasinya bisa mencapai 22,4 ton.
“Kalau normalnya bisa sampai 7-8 ton per hektar. Tapi karena ada hama tikus dan burung, turun jadi sekitar 5,6 ton per hektar,” kata Rahmad.
Rahmad mengungkapkan, jika hasil panen di lahan BTKD Jeruk, seluruhnya digunakan oleh kelompok tani. Sebagian padi itu ada yang dikonsumsi, juga dijual untuk menambah pendapatan mereka. Padi yang sudah dipanen selanjutnya dikemas dalam bentuk Gabah Kering Basah (GKB) atau Gabah Kering Panen (GKP), kemudian dijual.
“Jadi hasil panen dijual oleh kelompok tani. Sekarang kita berupaya menjual dalam bentuk beras, kita kerja sama dengan koperasi. Jadi, nanti setelah padi dipanen, kemudian dijemur dan diselep. Karena kalau dijual dalam bentuk beras, hasilnya lumayan, harga bisa Rp11 ribu per kilogram,” imbuhnya.
Menurut Rahmad, selain di BTKD Jeruk, lahan pertanian khusus padi juga tersebar di 11 wilayah kecamatan lain. Namun, tidak seluruh lahan BTKD digunakan penuh dalam satu tahun untuk tanam padi seperti yang dipanen di Jeruk, Lakarsantri.
“Kalau di lahan BTKD Jeruk, setahun full ditanam padi semua. Dalam jangka satu tahun, di BTKD Jeruk bisa panen padi 3 sampai 4 kali,” ujar dia.
Ia menambahkan, selain di Kecamatan Lakarsantri, kelompok tani padi di Kota Surabaya juga terdapat di beberapa wilayah lain. Pihaknya mencatat, saat ini ada sekitar 35 kelompok tani yang ada di Kota Pahlawan.
“Petani padi di Surabaya ada 35 Poktan. Setiap kelompok itu jumlah anggotanya tidak sama, ada yang sekitar 25, 35 hingga 40 anggota,” pungkasnya. ***
Editorial: A1
Source: Pemkot Surabaya