Bicaraindonesia.id – Pemerintah melalui Kementerian Sosial (Kemensos) memberikan perhatian serius terhadap akurasi Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). DTKS merupakan basis data untuk program bantuan sosial pemerintah di semua kementerian, termasuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
Data Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI-JK) dipersyaratkan merupakan warga miskin dan memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang padan dengan data Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
“Data yang tidak padan dengan NIK di Dukcapil, tidak bisa diberikan bantuan. Data yang belum padan ini harus dikeluarkan. Sebabnya bisa karena pindah segmen, meninggal dunia, data ganda, atau mungkin sudah tidak lagi termasuk kategori miskin,” kata Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini, dikutip dari laman Kemensos, Selasa (28/09/2021).
Mensos Risma menegaskan, pihaknya melakukan pemutakhiran data DTKS secara periodik dan sistematis serta memadankan data penerima bantuan dengan NIK yang terdaftar di Dukcapil. Pemutakhiran dan pemadanan dilakukan untuk memastikan bantuan sosial salur tepat sasaran dan memenuhi prinsip-prinsip akuntabilitas.
Risma menjelaskan, terkait dengan program PBI-JK pihaknya mendasarkan pada tiga regulasi. Pertama, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Pada Pasal 14 ayat 2 ditegaskan bahwa penerima bantuan iuran adalah fakir miskin dan orang tidak mampu.
Kedua, pada Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Pada Pasal 8 ayat 2 disebutkan bahwa identitas peserta paling sedikit memuat nama dan nomor identitas yang terintegrasi dengan NIK, kecuali untuk bayi baru lahir. Jadi harus padan dengan Dukcapil.
Dan ketiga, dengan merujuk pada Peraturan Mensos (Permensos) Nomor 21 Tahun 2019 tentang Persyaratan dan Tata Cara Perubahan Data Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan. Disebutkan pada Pasal 4, bahwa PBI-JK bersumber dari DTKS yang ditetapkan oleh Menteri.
“Saya menetapkan PBI-JK itu sebulan sekali. Jadi di minggu pertama setelah saya menetapkan DTKS, saya buka kesempatan kepada daerah untuk mengirimkan data hasil verifikasi mereka. Sebelum saya tetapkan di pertengahan bulan,” jelasnya.
Untuk penetapan data per 15 September 2021, kata Mensos, dari data PBI JK sebelumnya setelah dilakukan pemadanan terdapat data yang padan DTKS sebanyak 74.420.345 serta sebanyak 12.633.338 yang tidak masuk DTKS namun sudah padan Dukcapil.
“Data yang belum ada di DTKS inilah yang perlu verifikasi status miskin atau tidak mampu oleh daerah. Kalau hasil verifikasi dinyatakan layak, dapat masuk DTKS,” imbuhnya.
Untuk itu, Mensos meminta pemerintah daerah untuk segera melakukan validasi terhadap data yang tidak masuk dalam DTKS tersebut. “Saya berharap pemerintah daerah segera dapat melakukan verifikasi dan validasi terhadap 12.633.338 data, dan segera mengusulkan calon peserta PBI-JK melalui SIKS-NG,” ujarnya.
Mensos menambahkan, untuk menuju kuota nasional sebanyak 96,8 juta, terdapat kesempatan untuk mengisi dengan 9.746.317 usulan baru, termasuk perbaikan data yang belum padan Dukcapil, migrasi dari PBI daerah, bayi baru lahir, pekerja yang setelah enam bulan PHK belum punya pekerjaan, korban bencana, dan lain-lain.
“Jadi masyarakat miskin atau tidak mampu yang belum menerima bantuan tidak perlu berkecil hati. Ini kesempatan bagi masyarakat yang benar-benar membutuhkan bantuan dapat diusulkan melalui SIKS-NG oleh pemerintah daerah,” kata Mensos.
Selain dengan pemerintah daerah, dalam proses penetapan data Mensos Risma juga memastikan telah melakukan koordinasi dan sinkronisasi dengan instansi terkait.
“Termasuk dalam penetapan PBI-JKN. Kemensos telah terlebih dulu berkoordinasi dengan Kemenko PMK, Kemenkes, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan Ditjen Dukcapil, dan hasil penetapan dapat dipantau melalui cekbansos.kemensos.go.id,” tutupnya. (Setkab/A1)