Bicaraindonesia.id, Jakarta – Direktorat Tindak Pidana Siber (Dirtipidsiber) Bareskrim Polri mengungkap kasus illegal access terhadap platform perdagangan aset kripto internasional Markets.com, milik Finalto International Limited yang berbasis di London, Inggris.
Kasus ini terungkap setelah perusahaan tersebut melaporkan dugaan manipulasi sistem yang menyebabkan kerugian signifikan.
Laporan tersebut kemudian ditindaklanjuti oleh penyidik Siber Polri, yang menemukan adanya kejanggalan dalam sistem pembelian aset kripto.
Modus tersebut dilakukan dengan memanfaatkan celah teknis pada sistem internal, sehingga pelaku bisa mendapatkan keuntungan tanpa transaksi sah.
“Kasus ini adalah bentuk kejahatan siber lintas negara. Pelaku memanfaatkan celah teknis untuk mendapatkan keuntungan ilegal, tetapi penyidik berhasil mengikuti aliran dana dan mengamankan aset hasil kejahatan,” kata Wakil Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Kombes Andri Sudarmadi, dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (20/11/2025).
Dalam penyidikan, seorang WNI berinisial HS ditetapkan sebagai tersangka. Ia ditangkap pada 15 September 2025 di Kabupaten Bandung, Jawa Barat.
HS diketahui telah mengenal perdagangan aset kripto sejak 2017, lalu memanfaatkan celah pada sistem input nominal fitur jual dan beli di Markets.com.
Modus tersebut membuat sistem memberikan deposit USDT sesuai angka yang ia masukkan tanpa melalui transaksi sah. Untuk memperlancar aksinya, HS membuat empat akun fiktif menggunakan data KTP yang diperoleh dari internet.
Akibat manipulasi itu, Finalto International Limited mengalami kerugian hingga Rp6,67 miliar. Penyidik kemudian menyita berbagai barang bukti mulai dari perangkat elektronik hingga aset bernilai tinggi.
Barang bukti yang diamankan antara lain satu laptop, satu handphone, satu cold wallet berisi 266.801 USDT atau setara Rp4,45 miliar, satu kartu ATM prioritas, satu unit CPU, hingga satu unit ruko seluas 152 meter persegi di Kabupaten Bandung.
Andri juga mengingatkan perkembangan aset kripto yang sangat pesat di Indonesia menuntut kewaspadaan publik. OJK mencatat lebih dari 18 juta pengguna aset kripto dengan nilai transaksi mencapai Rp360 triliun per September 2025.
“Pesatnya pertumbuhan ini harus diimbangi dengan literasi keuangan yang baik agar masyarakat tidak terjebak dalam tindakan kriminal maupun skema investasi yang berisiko,” tuturnya.
Atas perbuatannya, HS dijerat pasal berlapis, termasuk UU ITE, KUHP, UU Transfer Dana, dan UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Ia terancam hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda hingga Rp15 miliar. Penyidik masih mendalami kemungkinan keterlibatan pihak lain dalam kasus ini. (*/Hum/A1)


