Bicaraindonesia.id, Semarang – Program dokter spesialis keliling (Speling) yang digagas Pemerintah Provinsi Jawa Tengah telah melayani sekitar 37 ribu warga. Dari jumlah tersebut, sebanyak 6,7 persen di antaranya terdeteksi mengalami gangguan kejiwaan (ODGJ), baik dalam kategori ringan, sedang, maupun berat.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, Yunita Dyah Suminar, menyatakan bahwa permasalahan kesehatan jiwa menjadi salah satu fokus perhatian pemerintah daerah. Program Speling dinilai efektif untuk mendeteksi kasus-kasus tersebut hingga ke wilayah pedesaan.
“Melalui program cek kesehatan gratis (CKG) dikombinasikan dengan Speling, ternyata kita bisa melihat banyak sekali kasus-kasus kesehatan jiwa yang tidak terdeteksi awalnya,” ujar Yunita dalam keterangan resmi dikutip pada Jumat, (1/8/2025).
Yunita menjelaskan, dalam pelaksanaannya, masyarakat terlebih dahulu menjalani proses skrining. Apabila ditemukan keluhan atau gejala gangguan kejiwaan, pasien akan langsung dirujuk ke dokter spesialis, termasuk spesialis kejiwaan.
“Begitu skrining ada depresi ringan, sedang, atau berat, mereka langsung bisa ketemu dokter spesialis jiwa. Itulah bukti kolaborasi program ini bisa mengefisienkan anggaran,” ungkapnya.
“Sisi lain, kita bisa mendapatkan angka-angka berkaitan masalah kesehatan, termasuk kesehatan jiwa,” imbuhnya.
Yunita menambahkan, perhatian terhadap isu kesehatan mental juga menyasar kalangan generasi muda. Karena itu, dalam pelaksanaan program Speling maupun CKG, pihaknya menargetkan sekitar 10 persen dari sasaran adalah kelompok usia 7 tahun ke atas. Saat ini, capaian di Jawa Tengah sudah mencapai sekitar 6,3 persen.
Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa cukup banyak anak sekolah yang mengalami gangguan kejiwaan, mulai dari ringan hingga berat.
Yunita mencontohkan salah satu kasus di sebuah SMA yang menjadi lokasi intervensi program. Dari 150 siswa yang diperiksa, sekitar 30 siswa terdeteksi mengalami gangguan kejiwaan.
“Maka ada program Mental Health First Aid (MHFA) yang dilakukan. Jadi ada kader yang mendengar keluhan temannya. Itu dimulai dari SD, SMP, SMA,” katanya.
Yunita juga menjelaskan, program MHFA bertujuan untuk mengantisipasi kecenderungan anak yang lebih nyaman mencurahkan isi hati kepada teman dibandingkan orang tua. Pendekatan ini sekaligus menjadi langkah deteksi dini terhadap potensi gangguan jiwa.
“Anak yang tadinya ceria menjadi murung, anak yang tadinya terbuka menjadi tertutup. Ini menjadi kewaspadaan kita semua,” papar Yunita.
Menurutnya, beberapa faktor yang memengaruhi kondisi kesehatan jiwa pada anak, di antaranya kurangnya perhatian orang tua yang terlalu sibuk dengan gawai, tekanan sosial ekonomi, serta pergaulan.
“Jadi dengan adanya media sosial ini anak-anak melihat banyak hal yang sebetulnya belum usianya, atau (konten) tidak sesuai usianya. Kemudian mereka mengalami stres yang tidak diketahui dan itu terus-menerus mengganggu mereka,” ungkapnya.
Sebagai diketahui, program Speling melibatkan kerja sama dengan berbagai rumah sakit daerah maupun swasta untuk menghadirkan layanan dokter spesialis yang tersebar di 35 kabupaten/kota.
Program ini juga sejalan dengan kebijakan Presiden RI Prabowo Subianto terkait pelayanan kesehatan gratis bagi masyarakat. (*/Hum/C1)