Bicaraindonesia.id, Surabaya – Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jawa Timur mengungkap kasus dugaan pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur yang dilakukan oleh seorang oknum pemuka agama di Kabupaten Blitar, Jawa Timur.
Kasus ini menjadi sorotan karena pelaku menggunakan modus pendekatan personal untuk menjebak para korban.
Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Jatim, Kombes Pol Jules Abraham Abast, saat konferensi pers di Gedung Bid Humas Polda Jatim, Rabu (16/7/2025).
“Penahanan terhadap tersangka telah dilakukan sejak tanggal 11 Juli 2025 di Rutan Dittahti Polda Jatim,” kata Kombes Pol Abast.
Kasus ini bermula dari laporan orang tua korban yang mencurigai adanya perilaku tidak pantas dari tersangka terhadap anak mereka. Berdasarkan laporan tersebut, Ditreskrimum Polda Jatim segera melakukan penyelidikan.
“Hasil pemeriksaan terhadap tersangka, aksi asusila tersebut diduga berlangsung dalam rentang waktu 2022 hingga 2024 di sejumlah lokasi pribadi,” ujar Kombes Pol Abast.
Tersangka memanfaatkan kedekatannya dengan para korban, yang sebagian besar masih di bawah umur. Modus yang digunakan yaitu mengajak anak-anak untuk beraktivitas di luar rumah seperti berjalan-jalan dan berenang, sebelum akhirnya melakukan tindakan asusila.
Kini, tersangka dijerat Pasal 82 Jo Pasal 76E Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.
“Ancaman hukuman berupa pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun serta denda maksimal Rp5 miliar,” jelas Kombes Abast.
Untuk memastikan perlindungan terhadap korban, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) turut turun tangan.
Asisten Deputi Penyediaan Layanan Anak dari KemenPPPA, Ciput Eka Purwianti memastikan bahwa saat ini keempat korban telah berada dalam perlindungan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) serta Kementerian PPPA.
“Kami berharap proses ini terus berjalan dengan cepat karena demi kepentingan terbaik para korban,” ujar Ciput.
Ciput juga menegaskan bahwa kasus ini menggambarkan bentuk kekerasan seksual berbasis relasi kuasa. Apalagi pelaku merupakan sosok yang dihormati oleh masyarakat.
“Persoalan yang melibatkan tokoh agama sebagai pelaku kekerasan seksual ini adalah salah satu bentuk kekerasan yang berbasis relasi kuasa. Selain itu banyak sekali unsur yang menyebabkan anak-anak itu tidak berani mengadu lebih cepat,” jelasnya.
Menurut Ciput, banyak anak korban kekerasan seksual tidak langsung melapor karena ketakutan dan minimnya kepercayaan dari orang terdekat, termasuk keluarga.
“Perlu kita dorong bahwa perspektif undang-undang TPKS itu adalah kita harus meyakini apa yang disampaikan oleh korban karena perspektif korban itu yang penting,” tegasnya.
Pihaknya pun menyampaikan apresiasi kepada Polda Jatim atas respon cepat dalam menangani kasus pencabulan terhadap anak tersebut.
“Kami sangat apresiasi kepada Bapak Kapolda Jawa Timur beserta jajaran penyidik Ditreskrimum yang telah menangani kasus pencabulan terhadap anak-anak ini,” pungkas dia. (*/Ark/A1)