BicaraIndonesia.id, Jakarta – Ketua DPR RI, Puan Maharani, menyoroti kembali maraknya aktivitas illegal fishing atau penangkapan ikan secara ilegal yang terjadi di perairan Laut Natuna Utara, Kepulauan Riau.
Ia menegaskan bahwa eksploitasi sumber daya laut oleh kapal asing merupakan bentuk pelanggaran serius terhadap kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Ini bukan sekadar soal pencurian ikan. Ini adalah pelanggaran terhadap kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kedaulatan negara Indonesia harus dijaga,” ujar Puan Maharani dalam keterangan tertulis di Jakarta, dikutip pada Rabu (30/4/2025).
Diketahui, kapal berbendera Vietnam tertangkap basah mencuri ikan di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia saat Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bersama Badan Keamanan Laut (Bakamla) melakukan operasi terpadu di sekitar Kepulauan Natuna pada Senin (14/4/2025).
Kapal-kapal asing tersebut dengan bebas menangkap ikan di wilayah perairan Indonesia. Dua kapal yang diamankan, yakni 936 TS (135 GT) dan 5762 TS (150 GT), kedapatan menggunakan alat tangkap trawl atau pukat harimau yang diketahui merusak ekosistem laut secara masif.
Puan pun mengecam penggunaan alat tangkap tersebut karena dinilai mengancam keberlangsungan laut Indonesia.
“Penggunaan alat tangkap trawl bukan hanya melanggar hukum Indonesia, tetapi juga menghancurkan ekosistem laut jangka panjang,” tutur perempuan pertama yang menjabat sebagai Ketua DPR RI itu.
“Terumbu karang rusak, habitat ikan musnah, dan regenerasi ekosistem laut terancam. Ini bukan kejahatan ekonomi semata, melainkan juga kejahatan ekologis,” sambungnya.
Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa kedua kapal membawa sekitar 4.500 kilogram ikan campur dan mengangkut 30 anak buah kapal (ABK) berkewarganegaraan Vietnam.
Menurut KKP, kapal-kapal tersebut diduga melanggar Pasal 92 jo Pasal 26 ayat (1), dan Pasal 85 jo Pasal 9 ayat (1), jo Pasal 102 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.
Dari hasil tangkapan tersebut, negara diperkirakan mengalami kerugian hingga Rp152,8 miliar akibat praktik pencurian ikan oleh kapal asing yang ditangkap dalam operasi tersebut.
Karena itu, Puan meminta KKP, TNI AL, dan lembaga terkait lainnya untuk mengambil tindakan tegas terhadap kapal asing yang masuk perairan Indonesia tanpa izin.
Ia juga mendorong dukungan nyata bagi nelayan lokal, mulai dari penyediaan armada tangkap hingga jaminan pasar hasil tangkapan.
“Nelayan Natuna selama ini sudah bertahan di tengah berbagai tekanan cuaca ekstrem, keterbatasan fasilitas, hingga minimnya subsidi bahan bakar. Kini mereka juga harus menghadapi kenyataan bahwa laut tempat mereka menggantungkan harapan justru dieksploitasi oleh kapal asing,” papar Puan.
Mantan Menko PMK itu menekankan perlunya penguatan sistem pengawasan laut melalui teknologi satelit dan integrasi lintas institusi seperti Bakamla, TNI AL, dan KKP. Menurutnya, pemerintah tidak bisa terus mengandalkan reaksi pasca-kejadian tanpa antisipasi yang matang.
“Pencegahan adalah kunci. Tidak bisa lagi kita menunggu kejadian serupa terulang lagi,” tegas dia.
Puan juga menyoroti keamanan maritim terkait penetapan ZEE antara Indonesia dan negara lain. Ia menilai kehadiran militer Indonesia perlu diperkuat untuk mengantisipasi konflik sumber daya dan aktivitas kapal asing di wilayah tersebut.
Puan menegaskan bahwa tindakan tegas dan koordinasi antar lembaga pemerintah sangat penting untuk menjaga kedaulatan Indonesia, khususnya di wilayah Natuna yang strategis dan rawan.
“Kedaulatan harus ditegakkan melalui tindakan nyata, terutama di wilayah perbatasan yang rawan seperti Natuna,” tutup Puan. (*/Par/A1)