BicaraIndonesia.id, Semarang – Pemerintah Provinsi Jawa Tengah (Pemprov Jateng) terus menggencarkan upaya pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap anak dan perempuan. Salah satu langkah strategis yang dilakukan adalah menggandeng Muslimat NU untuk membentuk jaringan paralegal di tingkat kecamatan.
Hingga kini, sudah terbentuk 90 paralegal di berbagai wilayah Jawa Tengah, yang siap mendampingi perempuan, anak, penyandang disabilitas, dan kelompok dhuafa.
Wakil Gubernur Jawa Tengah, Taj Yasin Maimoen menyebut, program tersebut akan bersinergi dengan inisiatif Kecamatan Berdaya, sebagai solusi penanganan kasus kekerasan di daerah pelosok.
Melalui skema ini, korban maupun saksi diharapkan berani mengungkap kejadian kekerasan kepada paralegal yang tersedia di setiap kecamatan.
“Di Jateng, kami ketika pilkada, (bertekad) bahwa di setiap kecamatan ada rumah, ada perlindungan perempuan dan anak. Kami khususkan kepada paralegal tadi,” kata Taj Yasin, seusai acara peluncuran Paralegal Muslimat NU di Gradhika Bhakti Praja, Kota Semarang, Minggu (20/4/2025).
Ia menambahkan, laporan kekerasan terhadap perempuan dan anak tidak hanya terjadi di lingkungan rumah tangga, namun juga muncul dari institusi pendidikan seperti sekolah dan pondok pesantren.
Oleh karena itu, pemerintah memastikan adanya pendampingan hukum yang inklusif bagi semua kalangan, termasuk difabel dan masyarakat miskin.
“Korban ini harus bisa mendapat keberlangsungan hidup dari trauma, dan berani tampil untuk menyuarakan, menjadi agen kita, mengajak perempuan dan anak. Ada pendampingan hukum juga terhadap disabilitas dan kaum dhuafa,” urainya.
Gus Yasin, sapaan akrabnya, turut menyampaikan data kasus kekerasan yang masih cukup tinggi di Jawa Tengah. Berdasarkan data dari situs resmi kekerasan.kemenpppa.go.id, sepanjang tahun 2024 tercatat 1.349 kasus kekerasan terhadap anak dan 1.019 kasus kekerasan terhadap perempuan di wilayah tersebut.
“Artinya, semakin banyak melaporkan, maka mereka berani mengungkap. Ini kemudian kita carikan solusi, baik secara hukum dan sikap mentalnya. Itu di kecamatan berdaya ada pendampingan hukum terhadap perempuan disabilitas dan masyarakat miskin,” ungkapnya.
Sementara itu, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Choiri Fauzi, memberikan apresiasi atas langkah konkret yang dilakukan oleh Pemprov Jateng. Ia menilai, program paralegal di Kecamatan Berdaya merupakan model yang sangat potensial untuk direplikasi di tingkat nasional.
Arifah juga menegaskan bahwa keberhasilan program ini akan menjadi acuan penting dalam menyusun kebijakan kolaboratif antar kementerian.
Ia berharap Jawa Tengah bisa menjadi pionir nasional dalam pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak, dengan sinergi kuat mulai dari provinsi hingga desa.
“Kalau ini sudah menjadi sesuatu yang baku di Jawa Tengah, maka akan kita bahas di tingkat kementerian. Kemudian kita akan buat surat bersama Kemendagri, Kementerian PPPA dan Kementerian Desa, untuk apa yang diinisiasi di Jateng bisa direplikasi di provinsi lainnya,” pungkas Arifah. (*/Pr/C1)