Bicaraindonesia.id, Jakarta – Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri berhasil membongkar sindikat kejahatan siber internasional yang memanfaatkan teknologi fake Base Transceiver Station (BTS) untuk menyebarkan SMS phishing secara ilegal.
Dalam operasi yang digelar di kawasan SCBD, Jakarta Selatan, dua warga negara (WN) asal China berhasil diamankan.
Ungkap kasus ini disampaikan Kepala Bareskrim Polri, Komjen Pol Wahyu Widada, dalam konferensi pers di Lobby Bareskrim, Senin (24/3/2025).
Pengungkapan kasus ini bermula dari laporan sebuah bank swasta yang menerima aduan dari 259 nasabah terkait SMS mencurigakan.
Dari jumlah tersebut, delapan korban yang mengklik tautan phishing dalam SMS tersebut mengalami kerugian hingga Rp289 juta. Dari hasil pendalaman, total kerugian yang tercatat mencapai Rp473 juta dari 12 korban.
“Pelaku menggunakan perangkat fake BTS untuk mencegat sinyal asli BTS 4G dan menurunkannya ke 2G, kemudian mengirimkan SMS blast ke perangkat handphone di sekitar. Karena sinyal palsu ini lebih kuat, ponsel korban secara otomatis menerima pesan berisi tautan palsu yang menyerupai situs resmi bank,” jelas Komjen Wahyu.
Dua tersangka, berinisial XY dan YXC, ditangkap saat mengemudikan mobil yang dilengkapi perangkat fake BTS. Mereka berperan sebagai operator lapangan, dengan tugas berkeliling di area ramai agar sinyal palsu menjangkau lebih banyak ponsel.
“Mereka hanya disuruh mutar-mutar saja, semua sistem sudah diatur dari pusat. Bahkan siapa pun bisa melakukannya, karena tidak butuh keahlian teknis khusus,” ungkap Komjen Wahyu.
Tersangka XY diketahui baru masuk ke Indonesia pada Februari 2025 dan dijanjikan gaji Rp22,5 juta per bulan. Sementara tersangka YXC sudah keluar masuk Indonesia sejak 2021 dengan visa turis, dan tergabung dalam grup Telegram bernama ‘Stasiun Pangkalan Indonesia’ yang membahas operasional fake BTS.
Barang bukti yang diamankan meliputi dua unit mobil yang dilengkapi alat fake BTS, tujuh unit handphone, tiga kartu SIM, dua kartu ATM, serta dokumen identitas milik tersangka YXC.
Para tersangka dijerat dengan sejumlah pasal, termasuk Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan UU Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi.
Selain itu, tersangka juga dijerat UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), serta Pasal 55 KUHP tentang turut serta melakukan kejahatan. Ancaman hukuman maksimal mencapai 12 tahun penjara dan denda hingga Rp12 miliar.
Polri menegaskan akan terus melakukan pengembangan kasus untuk mengungkap pelaku utama yang diduga mengendalikan operasi ini dari luar negeri.
Kolaborasi dengan Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), Imigrasi, dan jika diperlukan, Interpol, akan dilakukan untuk menelusuri jaringan internasional di balik kejahatan ini.
Komjen Wahyu mengimbau masyarakat agar lebih waspada terhadap SMS atau pesan WhatsApp dari nomor tak dikenal, terutama yang berisi tautan mencurigakan.
“Kalau kita bukan nasabah Bank X, lalu tiba-tiba dikasih informasi poin atau saldo dari Bank X, logikanya itu tidak masuk akal. Tapi kadang karena ada tawaran iming-iming hadiah, orang bisa langsung terpengaruh,” tutupnya. (*/Hum/A1)