Bicaraindonesia.id, Jakarta – Pemerintah resmi meluncurkan Desk Koordinasi Penanganan Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) serta Desk Koordinasi Perlindungan Pekerja Migran Indonesia/Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Peluncuran ini disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam) Jenderal Polisi (Purn) Budi Gunawan dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Polkam, Jakarta, Kamis (13/3/2025).
Menko Budi Gunawan menuturkan bahwa Presiden Prabowo Subianto memberikan perhatian besar terhadap kebakaran hutan dan lahan yang memiliki dampak luas. Selain menyebabkan korban jiwa dan kerugian lingkungan, karhutla juga berdampak secara geopolitik karena asapnya dapat merambah ke negara lain.
“Selain itu, Bapak Presiden Prabowo Subianto juga memberikan perhatian penuh terhadap perlindungan warga negara Indonesia di luar negeri yang menjadi korban trafficking/people smuggling,” ujar Menko Polkam dalam keterangannya dikutip pada Jumat (14/3/2025).
Ia menjelaskan bahwa meskipun beberapa wilayah masih berada dalam musim penghujan, titik panas (hotspot) telah mulai terdeteksi di sejumlah daerah. Untuk itu, pemerintah telah menyiapkan langkah mitigasi guna mengantisipasi ancaman karhutla saat musim kemarau tiba.
“Kita berharap, dengan adanya desk ini, Indonesia bisa mencapai zero karhutla dan membangun sistem mitigasi serta pencegahan yang baik. Kebakaran hutan tidak hanya memiliki dampak lingkungan, tetapi juga memiliki dampak geopolitik di kawasan,” jelasnya.
Selain karhutla, pemerintah juga memberikan perhatian khusus terhadap perlindungan pekerja migran Indonesia (PMI). Menko Budi menyebutkan bahwa para PMI berkontribusi besar terhadap perekonomian nasional melalui remitansi yang mencapai Rp255 triliun pada 2024.
Menurutnya, kontribusi tersebut sangat berarti bagi negara. Oleh karena itu, pemerintah berkomitmen untuk memberikan perlindungan maksimal dengan membentuk Desk Koordinasi Perlindungan Pekerja Migran Indonesia/TPPO.
“Oleh karenanya, pemerintah menargetkan semua kasus terkait pekerja migran dapat tertangani dengan baik dan secara bertahap terjadi penurunan jumlah kasus yang mengindikasikan efektifnya penanganan pekerja migran dari hulu hingga hilir,” kata Menko Polkam.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia/Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Abdul Kadir Karding mengungkapkan bahwa jumlah PMI yang terdaftar di BP2MI pada 2025 mencapai hampir 5,3 juta orang.
Sementara itu, berdasarkan survei Bank Dunia tahun 2017, jumlah pekerja migran ilegal diperkirakan mencapai 4,3 juta orang.
Menurut Karding, permasalahan utama yang dihadapi pekerja migran Indonesia meliputi kekerasan, eksploitasi, dan human trafficking.
Salah satu penyebab utamanya adalah keberangkatan pekerja migran secara ilegal atau nonprosedural, yang jumlahnya diperkirakan mencapai 90-95 persen dari total pekerja migran.
“Jadi sebenarnya kunci masalah kalau kita bisa tutup yang nonprosedural ini, maka tidak akan terlalu banyak masalah pekerja migran,” ujar Karding.
Ia juga menyoroti bahwa sebagian besar pekerja migran berasal dari sektor pekerja domestik, dengan sekitar 80 persen di antaranya bekerja di lingkungan rumah tangga. Dari jumlah tersebut, 70 persen adalah perempuan, dan mayoritas hanya memiliki latar belakang pendidikan SD atau SMP.
Selain itu, faktor bahasa dan kesiapan mental juga menjadi tantangan bagi pekerja migran, yang menyebabkan sebagian dari mereka sulit beradaptasi dan bahkan ingin segera kembali ke tanah air.
“Kita bersyukur bahwa Pak Menko hari ini berinisiasi membentuk desk. Desk ini kita harapkan akan menjadi forum kolaborasi dan sinergi kami untuk ikut menangani masalah-masalah terkait dengan kualitas atau tata kelola pekerja migran kita,” pungkas Karding. (*/Pr/A1)