BicaraIndonesia.id, Jakarta – Bareskrim Polri berhasil mengungkap kasus dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang melibatkan 50 warga negara Indonesia (WNI). Para korban diberangkatkan secara ilegal ke Australia untuk dipekerjakan sebagai pekerja seks komersial (PSK).
Kasus ini dipaparkan Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro dalam konferensi pers di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Selasa 23 Juli 2024.
Ia menuturkan bahwa pengungkapan kasus ini merupakan hasil operasi kerja sama dengan Australian Federal Police (AFP) yang dinamakan ‘Operation Mirani’.
“Pengungkapan tindak pidana perdagangan orang ini menggunakan modus membawa warga negara Indonesia ke luar negeri, yaitu Australia, untuk dieksploitasi secara seksual,” ujar Djuhandani dikutip melalui siaran tertulisnya di Jakarta pada Rabu 24 Juli 2024.
Djuhandani menerangkan bahwa para WNI yang menjadi korban diberangkatkan ke Australia secara ilegal dan kemudian dieksploitasi secara seksual di sana.
“Modus operandi yang digunakan adalah merekrut dan memberangkatkan korban ke Australia secara non-prosedural, sehingga mereka tereksploitasi secara seksual,” jelasnya.
Dalam kasus ini, Bareskrim menetapkan satu orang tersangka berinisial FLA (36) yang berperan sebagai perekrut. FLA ditangkap oleh tim Bareskrim di Kalideres, Jakarta Barat, pada Senin 18 Maret 2024.
Selain itu, seorang tersangka lainnya berinisial SS alias Batman ditangkap oleh kepolisian Australia pada 10 Juli 2024 di Sydney, Australia.
Djuhandani menjelaskan bahwa SS berperan sebagai koordinator di beberapa tempat prostitusi di Sydney yang juga menampung para korban. Jaringan prostitusi ini diketahui telah beroperasi sejak 2019.
“Jumlah WNI yang direkrut dan diberangkatkan untuk dipekerjakan sebagai pekerja seks komersial di Australia mencapai sekitar 50 orang,” terangnya.
“Tersangka telah meraup keuntungan kurang lebih Rp 500 juta,” tambahnya.
Tersangka dijerat dengan Pasal 4 UU RI No 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda maksimal Rp 600 juta. (*/A1)