BicaraIndonesia.id, Jakarta – Direktorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri terus memperkuat kerja sama dengan berbagai lembaga terkait untuk mendeteksi dini dan menindak keberadaan laboratorium narkoba rahasia di Indonesia.
Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri, Brigadir Jenderal Polisi Mukti Juharsa mengungkapkan, bahwa sepanjang tahun 2024, pihaknya telah berhasil membongkar lima laboratorium narkoba rahasia.
“Pengungkapan oleh jajaran Bareskrim sepanjang 2024 ini ada lima wilayah, yaitu Semarang, Sunter Jakarta Utara, Bali, Sumatera Utara, dan Malang, Jawa Timur,” ujar Mukti dalam keterangannya di Jakarta, Kamis 11 Juli 2024.
Menurut Mukti, penggunaan laboratorium narkoba rahasia bukanlah modus baru. Pada awal 2000-an, para pelaku kejahatan narkoba sudah menggunakan cara ini untuk memproduksi sabu-sabu dan ekstasi di Indonesia. “Awal tahun 2000-an, di mana laboratorium narkoba rahasia itu menjamur,” jelasnya.
Modus ini sempat terdeteksi oleh aparat penegak hukum, baik kepolisian, Bea Cukai, maupun Imigrasi, yang melakukan penindakan secara masif.
Pada puncaknya, ditahun 2005, Presiden Ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono meninjau pabrik ekstasi dan sabu-sabu terbesar di Jalan Cikande, Kabupaten Serang, Banten, yang berhasil diungkap.
Mukti menambahkan bahwa pada era 2000-an, laboratorium narkoba rahasia menjadi tren dalam memproduksi narkoba dengan mengirimkan prekusor narkoba. Namun, seiring dengan penegakan hukum yang semakin ketat, modus ini mulai hilang.
“Lambat laun era itu hilang. Modus itu hilang karena sudah terendus oleh aparat kepolisian,” katanya.
Setelah modus laboratorium narkoba terendus, para pelaku tindak pidana narkoba mengubah cara mereka dengan mengirimkan narkoba melalui jalur laut menggunakan pelabuhan tikus.
“Mereka kirim narkoba dalam bentuk siap edar dari Aceh, Riau, Batam, Jambi, nanti ujungnya di Lampung, penyeberangan antara Pulau Sumatera dan Jawa. Di Kalimantan pun demikian, dari Entikong sampai Kaltara, yaitu di Sebatik,” ujarnya.
Namun, modus pengiriman ini juga terbaca oleh aparat penegak hukum. Banyak tangkapan dilakukan, termasuk jaringan internasional milik gembong narkoba Fredy Pratama yang banyak memasukkan narkoba ke Indonesia.
Saat ini, jaringan Fredy Pratama di wilayah timur dan barat sudah terbongkar dengan lebih dari 60 orang tersangka yang ditangkap.
Menurut Mukti, para bandar narkoba kini kembali ke modus lama dengan sedikit perubahan, yaitu mengirimkan bahan kimia bukan prekursor narkoba lagi.
“Karena modus pengiriman ini juga sudah terbaca oleh kami, jadi para bandar ini pakai modus baru lagi, kembali ke awal tahun 2000-an, cuma caranya berbeda. Mereka mengirimkan bahan-bahan kimia, bukan prekursor narkoba lagi,” jelasnya.
Untuk menghadapi modus baru ini, Polri bersama aparat penegak hukum lainnya terus melakukan langkah-langkah antisipasi agar keberadaan laboratorium narkoba rahasia bisa diungkap.
Mukti menyebutkan bahwa banyak penindakan terhadap laboratorium narkoba yang sudah dilakukan oleh jajaran Polri, baik di tingkat Bareskrim Polri maupun polda.
Pada April 2024, jajaran Polri menggerebek tiga pabrik narkoba rahasia di Semarang, Jawa Tengah, yang memproduksi sabu-sabu dan happy water. Di bulan yang sama, Bareskrim Polri juga menggerebek pabrik narkoba milik jaringan Fredy Pratama yang mampu memproduksi hingga 300 ribu butir ekstasi per bulan.
Pada Mei 2024, laboratorium narkoba rahasia di Bali yang dikendalikan oleh dua warga negara asing asal Ukraina berhasil diungkap. Pada pertengahan Juni, Bareskrim kembali menggerebek laboratorium narkoba yang dijalankan oleh pasangan suami istri di Sumatera Utara, yang mampu memproduksi 314 ribu butir ekstasi per bulan.
Kasus terbaru terjadi tujuh hari lalu, ketika Bareskrim Polri menggerebek pabrik narkoba terbesar se-Indonesia di Malang, Jawa Timur, yang memproduksi ganja sintetis.
Dari penggerebekan tersebut, diamankan barang bukti 1,2 ton ganja sintetis siap edar dan bahan baku setara 2 ton yang siap diproduksi. ***
Editorial: A1