Bicaraindonesia.id – Direktorat Tindak Pidana Narkoba (Dit Tipidnarkoba) Bareskrim Polri mengungkap kasus penyelundupan narkotika jaringan Malaysia-Indonesia yang dikendalikan oleh narapidana.
Dalam kasus ini, ribuan pil ekstasi, 8 kilogram sabu dan ratusan pil happy five atau H5 berhasil diamankan sebagai barang bukti.
Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Argo Yuwono mengatakan, pengungkapan kasus ini berawal atas informasi dari masyarakat terkait adanya peredaran narkoba di wilayah Batam, Kepulauan Riau.
Menindaklanjuti laporan itu, tim Dit Tipidnarkoba melakukan penyelidikan dan selanjutnya mengintai sebuah kendaraan mobil yang diduga membawa narkoba.
“Kemudian kita dapat target kita lakukan penangkapan sekitar hari Kamis 21 Januari 2021,” kata Irjen Argo Yuwono di Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (29/1/2021).
Dari penangkapan itu, penyidik berhasil mengamankan dua tersangka berinisial SK alias Sefri dan NS alias Nofri. Selain itu, penyidik juga mengamankan barang bukti narkoba jenis sabu, ekstasi dan H5 yang disimpan di dalam tas.
Tak berhenti di situ, penyidik kemudian kembali menangkap dua tersangka lainnya, yakni HY alias Ferdi, dan H. Keduanya ditangkap berdasar hasil pengembangan dari tersangka sebelumnya.
“Setelah empat tersangka diamankan dan diinterogasi petugas kembali mendapatkan kembali tersangka kelima yakni RFH alias Rizky,” ujar Argo.
Argo menyebut, total lima tersangka berhasil diamankan dalam kasus ini. Kemudian, 8 kilogram gram sabu, 21 ribu butir ekstasi, dan 220 H5 diamankan sebagai barang bukti.
“Dari keterangan tersangka ini diedarkan di salah satu tempat hiburan,” ungkap Argo.
Argo mengungkapkan, bahwa peredaran narkoba ini dikendalikan oleh seseorang penghuni Lapas Barelang Batam. Narapidana tersebut memperoleh narkoba dari seseorang di Malaysia.
Atas perbuatannya, kelima tersangka dijerat dengan Pasal 114 ayat 2 jo Pasal 132 ayat 1 Undang-Undang RI Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika.
Selain itu juga dijerat dengan Pasal 112 ayat 2 jo Pasal 132 ayat 1 Undang-Undang RI Nomor 35 tahun 2009. “Ancaman hukuman mati, seumur hidup atau paling singkat 5 tahun,” pungkasnya. (Hms/A1)