Bicaraindonesia.id – Pemerintah memiliki dua kebijakan untuk menuntaskan permasalahan di Papua, yang mencakup Provinsi Papua dan Papua Barat. Ini terdiri dari kebijakan secara umum dan kebijakan pemerintah dalam menghadapi situasi terakhir.
Hal ini diungkapkan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Republik Indonesia, Moh Mahfud MD, saat menggelar konferensi pers di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Rabu (19/5/2021).
“Pertama adalah kebijakan secara umum, kedua adalah kebijakan pemerintah dalam menghadapi situasi terakhir,” kata Menko Polhukam dalam siaran persnya di Jakarta, Rabu (19/5/2021).
Kebijakan penanganan Papua secara umum adalah dengan tetap menggunakan pendekatan kesejahteraan, pendekatan damai, tanpa kekerasan, dan tanpa senjata. Kebijakan ini sudah tertuang dalam Impres nomor 9 tahun 2020 yang berisi instruksi penanganan Papua dengan pendekatan kesejahteraan melalui pembangunan yang komprehensif dan multidimensi.
Kebijakan ini, dalam tataran teknisnya, antara lain afirmasi berupa Dana Otonomi Khusus (dana Otsus) hingga afirmasi di bidang politik dan pendidikan.
Dana Otsus di Papua, kata Menko Polhukam, diberikan sebesar 2 persen dari DAU dan tahun depan direncanakan menjadi 2,2 persen dari DAU.
“Yang itu berarti menurut perhitungan Pak Rizal Ramli (Ekonom Senior, red) dalam sebuah acara televisi, kira-kira kalau dirata-ratakan, belanja untuk setiap orang Papua itu sebesar 17 kali lebih besar dari rata-rata untuk orang di luar Papua,” kata Menko Polhukam.
Kemudian, ada peluang-peluang politik khusus yang diberikan pemerintah dalam rangka afirmasi. Antara lain gubernur dan wakil gubernur di Papua dan Papua Barat harus orang asli Papua. Kebijakan ini tidak ada di daerah lain.
“DPRD Papua juga diberi kuota, bahwa 25 persen harus orang asli Papua. Itu afirmasi,” tutur Mahfud MD.
Di bidang pendidikan, pemerintahan juga punya program Adik Papua atau Saudara Papua. Orang Papua yang mau masuk universitas terbaik di Indonesia itu bisa diterima dengan perlakuan khusus.