Bicaraindonesia.id – Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Suharyanto meminta seluruh pemangku kebijakan di daerah untuk meningkatkan kesiapsiagaan menghadapi potensi cuaca ekstrem.
Hal tersebut diprakirakan masih akan melanda wilayah Tanah Air dalam kurun sepekan ke depan atau sampai Sabtu (15/10/2022).
Arahan tersebut ditujukan langsung Kepala BNPB bagi seluruh komponen dalam Rapat Koordinasi Nasional BNPB-BPBD untuk kesiapsiagaan menghadapi potensi cuaca Ekstrem di Jakarta, Senin (10/10/2022).
Dalam arahan itu, Kepala BNPB Suharyanto menekankan bahwa penanggulangan bencana sudah menjadi standar pelayanan minimum pemerintah daerah (Pemda).
Oleh sebab itu, ia meminta agar segenap komponen pemda segera melaksanakan apel kesiapsiagaan untuk mengecek kesiapan alat, perangkat dan personel dalam menghadapi cuaca ekstrem yang dapat berdampak bencana.
“Penanggulangan bencana adalah standar pelayanan minimum di daerah. Untuk itu, pimpinan daerah dan segenap jajaran agar segera melakukan apel kesiapsiagaan dalam rangka mengetahui dan mengecek kesiapan alat, perangkat, dan personel untuk menghadapi bencana banjir, longsor akibat cuaca ekstrem,” kata Suharyanto dalam keterangan tertulisnya, seperti dikutip Selasa (11/10/2022).
Menurut data BNPB, kejadian bencana yang dipicu oleh faktor cuaca seperti banjir, cuaca ekstrem dan tanah longsor, mendominasi sejak 1 Januari hingga 9 Oktober 2022. Bencana banjir terjadi sebanyak 1.083 kali peristiwa, cuaca ekstrem 867 dan tanah longsor 483 kejadian.
Selain itu, disusul bencana karhutla sebanyak 239 kejadian, gempa bumi dan gunungapi 21, gelombang pasang atau abrasi 21 dan kekeringan 4 kejadian.
Akibat dari rentetan bencana tersebut, sebanyak 160 jiwa meninggal dunia, 28 hilang, 790 luka-luka dan 3.193.001 terdampak bencana. Kerugian yang ditimbulkan atas bencana selama 10 bulan ini meliputi 31.170 rumah rusak, 882 fasilitas rusak, 501 fasilitas pendidikan rusak, 306 rumah ibadah rusak, 75 fasilitas kesehatan rusak, 137 kantor rusak dan 137 jembatan rusak.
Lebih mengerucut, Kepala BNPB menerangkan, bahwa selama sepekan terakhir, atau tepatnya sejak tanggal 3 sampai 9 Oktober 2022, telah terjadi 66 kejadian bencana hidrometerologi basah yang meliputi 35 kejadian banjir, 16 tanah longsor dan 15 cuaca ekstrem. Dari seluruh kejadian itu, ada sebanyak 9 jiwa meninggal dunia, 1 hilang dan 151.156 warga terdampak.
Atas dasar dari seluruh rangkaian bencana tersebut, Kepala BNPB mengingatkan kembali kepada Pemda agar segera menerbitkan status tanggap darurat apabila terjadi bencana.
Hal itu dinilainya menjadi penting, sebab dengan diterbitkannya status tanggap darurat maka seluruh stakeholder dapat memberikan bantuan dan dukungan untuk mengurangi dampak risiko, baik meminimalisir jatuhnya korban jiwa maupun kerugian materi dan penghidupan lainnya.
“Tanggap darurat ini dilakukan secapat mungkin, agar warga yang tedampak bencana segera dapat terbantu,” kata Suharyanto.
“(Seluruh stakeholder) Ini baru bisa masuk setelah daerah menetapkan status tanggap darurat,” imbuh Suharyanto.
Suharyanto juga mengatakan bahwa penanggulangan bencana adalah urusan bersama. Penanganan bencana harus melibatkan seluruh unsur stakeholder mulai dari BPBD, TNI, Polri, Basarnas, Dinas PUPR, Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, akademisi, media massa, relawan hingga masyarakat.
Oleh sebab itu, menurut dia, perlu ada sinergitas antar stakeholder yang dimulai dari koordinasi. Karenanya, ia meminta pucuk pimpinan BPBD untuk menginisiasi giat yang merujuk pada peningkatan kesiapsiagaan, seperti monitoring situasi saat hujan, penyiapan jalur dan tempat evakuasi serta penguatan peringatan dini bersama TNI dan Polri.
“Perlu ditingkatkan koordinasi secara sinergis. Tolong kepala BPBD ini menjadi pendorong, menjadi inisiator dan koordinator. Silakan diadakan koordinasi dengan komandan TNI dan Polri di daerah,” pungkas Suharyanto. (SP/A1)