Bicaraindonesia.id – Pertumbuhan ekonomi Indonesia di Kuartal II tahun 2020, tumbuh sebesar 7,07 persen (yoy) dan ekspor tumbuh 31,78 persen (yoy). Tahun 2020, share pertanian terhadap PDB sebesar 13,70 persen. Sektor Pertanian tetap tangguh selama pandemi karena pertumbuhannya selalu positif.
Pada Kuartal II-2021, sektor pertanian tumbuh sebesar 0,38 persen (yoy) setelah menjadi satu-satunya lapangan usaha utama yang tumbuh positif di Kuartal II tahun lalu. Salah satu bukti kinerja positif sektor pertanian, khususnya sub sektor perkebunan, yakni kakao dari Pulau Sulawesi Tengah (Sulteng).
Pada tahun 2020, produksi kakao nasional sebanyak 713 ribu ton dengan luas areal kakao 1.528 Ha, dan produktivitas 706 kg per Ha. Dengan produksi tersebut, Indonesia berada di peringkat ke-6 negara produsen kakao biji terbesar di dunia. Sedangkan industri pengolahan kakao Indonesia, berada di peringkat ke-3 terbesar di dunia setelah Belanda dan Pantai Gading.
Ekspor cokelat Indonesia dalam bentuk biji sebesar 6,1 persen dan sisanya 93,9 persen dalam bentuk olahan. Dengan mayoritas tujuan ekspor cokelat dan produk olahannya adalah Amerika, Malaysia dan Belanda.
Dalam kunjungan kerja di Provinsi Sulawesi Tengah, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, bersama Gubernur Provinsi Sulteng, Rusdy Mastura melepas ekspor biji kakao di Kota Palu ke negara tujuan Malaysia, Jum’at (27/8/2021). Setidaknya ada sebanyak 800 ton atau senilai Rp22,5 miliar, hasil produksi dari PT Olam Indonesia.
Kakao yang dihasilkan Indonesia, sebagian besar diekspor ke mancanegara dengan negara-negara utama tujuan ekspor yakni Malaysia, Vietnam, Amerika Serikat, India, China, Belanda dan Australia.
“Selain mineral, kakao ini merupakan andalan Sulawesi Tengah. Kita berharap agar kinerja positif ini dapat menggerakkan roda perekonomian Provinsi Sulawesi Tengah sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya petani kakao,” kata Menko Airlangga dalam keterangan resminya, Jum’at (27/8/2021).
PT Olam Indonesia merupakan eksportir terbesar komoditas kopi robusta, arabia dan produk kakao di Sulawesi Tengah. Perusahaan ini membeli kakao, kopi, sawit, pala, dan lada dari lebih dari 400 ribu petani dan mempekerjakan 1.400 pegawai serta lebih dari 1.150 pekerja musiman pada daerah yang dekat dengan supplier di Sumatera Utara, Jawa, dan Sulawesi.
“Harapannya, ekspor ini bisa terus ditingkatkan. Apalagi saat ini harga mayoritas komoditas andalan naik. Bahkan Gubernur menargetkan pengembangan kakao sampai mencapai Rp400 miliar per tahun,” tutur Menko Airlangga.
Pemerintah menetapkan empat provinsi di Sulawesi sebagai produsen utama kakao nasional. Keempat provinsi yang menjadi produsen utama kakao nasional adalah Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Barat.
Keempat provinsi itu, sudah sejak lama bergelut dengan komoditas kakao sehingga lebih potensial dikembangkan sebagai sentra pengembangan kakao berikut industri pengolahannya. Selain itu, juga didukung dengan kondisi alam beriklim tropis yang dibutuhkan bagi tanaman budidaya kakao.
Pada tahun 2020, keempat provinsi tersebut masih tercatat sebagai provinsi penghasil kakao tertinggi. Yakni, Sulawesi Tengah sebanyak 127,3 ribu ton, Sulawesi Tenggara sebanyak 114,9 ribu ton, Sulawesi Selatan sebanyak 103,5 ribu ton dan Sulawesi Barat sebanyak 71,3 ribu ton.
Komoditi kakao menjadi primadona petani di Provinsi Sulawesi Tengah, utamanya di Kabupaten Sigi. Lima desa yang telah ditetapkan sebagai sentra pengembangan komoditas perkebunan khususnya kakao organik adalah Desa Berdikari, Desa Karunia, Desa Bahagia, Desa Sintuwu dan Desa Petimbe. (A1)