Bicaraindonesia.id – Kementerian Sosial (Kemensos) menerapkan paradigma baru dalam pengelolaan data kemiskinan. Bila selama ini bantuan sosial (Bansos) didasarkan pada ukuran-ukuran statistik, Menteri Sosial Tri Rismaharini menginstruksikan jajarannya untuk melihat kemiskinan secara lebih dalam dengan merekam profil penduduk miskin dari berbagai pendekatan.
Mensos menilai, kemiskinan memiliki banyak dimensi. Reformasi dalam bidang penanganan kemiskinan perlu mempertimbangkan aspek-aspek budaya, sosial, selain aspek ekonomi masyarakat. Oleh karena itu, Kemensos membutuhkan parameter baru agar strategi penanganan kemiskinan berjalan lebih efektif.
Mensos Risma menyatakan, bahwa pemerintah perlu membedah lebih dalam, mengapa seseorang mengalami kemiskinan.
“Ada budaya yang hidup di tengah masyarakat kita dimana seseorang hanya bekerja 3 jam dalam sehari, mulai jam 07.00 sampai jam 10.00. Padahal secara normal, biasanya kita bekerja 8 jam sehari. Ya tentu saja dengan 2-3 jam bekerja, produktifitasnya tidak bisa diharapkan lebih tinggi,” kata Mensos Risma dalam keterangan resminya, Sabtu (14/08/2021).
Mensos menjelaskan, kemiskinan bisa juga disebabkan oleh keterbatasan dalam penguasaan terhadap alat produksi. Misalnya, data kemiskinan menunjukkan seseorang merupakan petani, namun setelah didalami tidak memiliki sawah. Atau nelayan, tapi setelah ditelaah, ternyata tidak memiliki perahu, atau memiliki perahu tapi sangat kecil sehingga tidak memungkinkan mendapatkan hasil tangkapan lebih banyak.
Mensos menilai, fakta-fakta seperti ini tidak bisa hanya diselesaikan dengan menyalurkan bantuan sosial. Namun, harus dipikirkan dan mungkin saja bila diperlukan bisa diintervensi dengan pendekatan yang sesuai.
Misalnya perlu edukasi terhadap sistem budaya yang mentoleransi durasi bekerja 2-3 hari, untuk menambah waktu produktif. Demikian juga dengan nelayan, mungkin perlu dukungan alat produksi lebih besar.
“Saya meminta Puskesos-SLRT di seluruh pelosok tanah air menjadi garda depan yang membantu Kemensos untuk memberikan gambaran lebih lengkap. Saya minta mereka memberikan analisa lebih tajam, supaya strategi penanganan kemiskinan berjalan pada jalur yang lebih tepat,” kata Mensos.
Untuk keperluan itu, Mensos Risma juga mengembangkan sinergi dengan berbagai perguruan tinggi untuk menyusun parameter lebih tajam. Kemensos mendorong peran Puskesos menjadi bagian dari layanan rujukan satu pintu di tingkat desa yang merupakan miniatur SLRT di tingkat Kab/Kota.
Kehadiran Puskesos juga diharapkan mendekatkan layanan SLRT dengan masyarakat pedesaan, sehingga warga tidak harus menempuh jarak jauh ke lokasi SLRT, sekaligus menjadi salah satu perwujudan Negara Hadir di tingkat desa.
Termasuk pada masa pandemi, Puskesos-SLRT berhasil menunjukkan peran sebagai bagian dari garda terdepan penanganan dampak Covid-19. Mulai dari mensosialisasikan protokol kesehatan, mensosialisasikan berbagai bansos, membantu memvalidasi data penerima bansos, hingga menjadi posko aduan penanganan bansos.
Melalui mekanisme yang dibangun Puskesos-SLRT, maka memungkinkan seluruh pemangku kepentingan saling terkoneksi dalam program perlindungan sosial yang mendorong terbangunnya keterpaduan baik terkait dengan data, informasi maupun layanannya.
Ke depan penanganan berbagai permasalahan masalah sosial tidak bisa ditangani oleh satu Kementerian/Lembaga (K/L) saja, melainkan harus berkolaborasi, gotong royong serta menjalin sinergitas, sehingga masalah bisa diatasi dan diakselerasi dengan komprehensif dan terpadu. (Hms /A1)