Bicaraindonesia.id, Jakarta – Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dari Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi, Joko Ridho Witono, mengungkap hasil temuan terbaru terkait keberadaan Rafflesia hasseltii, salah satu spesies bunga langka yang menjadi kekayaan hayati Indonesia. Temuan ini memperkuat posisi Indonesia sebagai pusat keanekaragaman Rafflesia di dunia.
Penemuan tersebut merupakan bagian dari riset kolaboratif BRIN bersama Universitas Bengkulu dan Komunitas Peduli Puspa Langka Bengkulu dalam proyek bertajuk The First Regional Pan-Phylogeny for Rafflesia. Proyek ini bertujuan merekonstruksi hubungan filogenetik seluruh jenis Rafflesia di Asia Tenggara melalui pendekatan ilmiah berbasis genom.
Penelitian ini turut mendapatkan dukungan pendanaan dari the University of Oxford Botanic Garden and Arboretum serta Program RIIM Ekspedisi BRIN. Kolaborasi lintas negara menjadi bagian penting dalam upaya memetakan keragaman genetik Rafflesia secara komprehensif.
Menurut Joko, hasil riset menunjukkan Indonesia memiliki jumlah spesies Rafflesia tertinggi di dunia bersama Filipina. Hingga kini, tercatat ada 16 jenis Rafflesia di Indonesia, dan tim BRIN telah berhasil mengumpulkan 13 sampel untuk dianalisis DNA-nya sebagai bahan kajian ilmiah lebih lanjut.
“Kegiatan ini merupakan bagian dari upaya kami memahami hubungan kekerabatan genetik antarjenis Rafflesia dan memastikan konservasinya di habitat asli,” ujar Joko kepada tim Komunikasi Publik BRIN seperti dikutip Bicaraindonesia.id pada Senin (24/11/2025).
Ia menjelaskan bahwa studi yang telah berlangsung sejak awal 2025 melibatkan riset paralel di negara lain seperti Malaysia dan Filipina. Setiap negara bertanggung jawab mengumpulkan sampel di wilayah masing-masing dengan standar prosedur ilmiah yang sama.
“Kami pastikan tidak ada material genetik yang keluar dari Indonesia. Semua proses riset dilakukan secara legal dan berizin,” tegasnya.
Salah satu momen penting penelitian terjadi saat tim BRIN bersama mitra internasional melakukan survei lapangan di Bengkulu dan Sumatra Barat.
Di Sijunjung, Sumatra Barat, tim berhasil mendokumentasikan Rafflesia hasseltii yang sedang mekar di kawasan hutan yang dikelola masyarakat melalui Lembaga Pengelola Hutan Nagari.
“Habitat bunga ini bukan di kawasan konservasi, melainkan di hutan yang dikelola oleh Nagari (desa). Ini menjadi catatan penting bagi upaya konservasi ke depan,” ungkap Joko.
Ia menambahkan bahwa sebagian besar populasi Rafflesia ditemukan justru berada di luar kawasan konservasi, termasuk di lahan masyarakat seperti kebun kopi dan sawit. Kondisi ini memunculkan urgensi penerapan pendekatan konservasi berbasis masyarakat.
“Ini menunjukkan pentingnya pendekatan konservasi berbasis masyarakat. Jika tidak disertai edukasi yang baik, keberadaan Rafflesia bisa terancam hilang akibat aktivitas manusia,” tambahnya.
Fenomena emosional juga mewarnai kegiatan dokumentasi lapangan. Salah satu anggota Komunitas Peduli Puspa Langka Bengkulu, Septian Riki, tak kuasa menahan haru ketika pertama kali menyaksikan bunga Rafflesia hasseltii mekar di habitat alaminya. Video ekspresinya kemudian viral dan meningkatkan perhatian publik terhadap pelestarian flora langka tersebut.
Dalam studi ini, tim peneliti menggunakan pendekatan Whole Genome Sequencing (WGS) untuk memetakan keseluruhan genom Rafflesia. Metode ini dianggap sangat penting mengingat penelitian DNA sebelumnya hanya mengkaji potongan gen kecil sepanjang 500–1500 base pair.
“Dalam penelitian ini, kami memetakan jutaan pasangan basa untuk mendapatkan gambaran utuh genom Rafflesia,” paparnya.
Pendekatan WGS diharapkan mampu mengidentifikasi kemungkinan keberadaan spesies baru di Indonesia.
“Adanya perbedaan signifikan pada data WGS spesies Rafflesia tertentu di Nusantara dapat menjadi indikasinya spesies baru, dan ini akan menjadi fokus penelitian kami berikutnya,” ujar Joko.
Meski demikian, riset terhadap Rafflesia menghadapi tantangan berat. Sebagai tumbuhan holoparasit, bunga ini hanya mekar beberapa hari dan banyak jenis berada di lokasi yang sangat terpencil.
“Menemukan Rafflesia dalam kondisi bunga mekar atau dalam bentuk knop bukan hal mudah. Dibutuhkan informasi akurat dari komunitas lokal agar penelitian tidak sia-sia,” katanya.
Joko menegaskan pentingnya dukungan pemerintah dan masyarakat dalam menjaga habitat Rafflesia. Ia menyebut bahwa pada akhir rangkaian penelitian, tim BRIN akan menyusun policy paper sebagai rekomendasi strategis untuk konservasi Rafflesia nasional.
“Sebagai scientific authority, BRIN bertanggung jawab memberikan dasar ilmiah bagi kebijakan pelestarian keanekaragaman hayati Indonesia,” tuturnya.
Selain temuan Rafflesia hasseltii, riset ini membuka peluang dokumentasi jenis-jenis Rafflesia yang belum pernah tercatat secara ilmiah.
“Kami berharap Indonesia bisa menjadi pusat penelitian dan konservasi Rafflesia dunia. Dengan kolaborasi internasional dan pendekatan sains yang kuat, kita bisa memastikan bunga langka ini tetap lestari,” pungkas Joko. (*/BRIN/B1)


