Bicaraindonesia.id, Jakarta – Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri berhasil mengungkap jaringan pinjaman online (pinjol) ilegal yang beroperasi melalui dua aplikasi.
Kasus ini mencuat setelah seorang korban berinisial HFS melaporkan ancaman, pemerasan, serta penyebaran data pribadi yang dialaminya, meski seluruh pinjamannya telah dilunasi.
Berdasarkan hasil penyidikan, sebanyak 400 korban teridentifikasi menjadi sasaran jaringan pinjol ilegal tersebut. Para korban menerima teror melalui SMS, WhatsApp, hingga media sosial.
Sebagian di antaranya bahkan mendapatkan kiriman foto manipulasi berkonten pornografi yang ditempelkan pada wajah korban untuk tujuan pemerasan.
Dalam kasus yang menimpa HFS saja, kerugian mencapai Rp1,4 miliar akibat pembayaran berulang yang dilakukan karena intimidasi.
Pengungkapan kasus ini disampaikan Wakil Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Kombes Andri Sudarmadi, dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (20/11/2025).
“Pinjol ilegal mengambil seluruh data pengguna dari ponsel, mengenakan bunga tidak wajar, lalu melakukan penagihan dengan ancaman dan penyebaran data pribadi. Ini adalah kejahatan yang sangat serius dan meresahkan,” tegas Andri dalam pernyataan persnya dikutip pada Minggu (23/11/2025).
Dalam pengungkapan tersebut, penyidik menangkap tujuh tersangka WNI yang terbagi dalam dua klaster.
Pertama adalah klaster Penagihan (Desk Collection). Mereka terdiri dari NEL, alias JO, SB, RP, dan STK. Dari para tersangka polisi menyita barang bukti berupa 11 handphone, 46 SIM card, satu laptop, dan akun mobile banking.
Kedua adalah klaster pembiayaan (Payment Gateway). Para tersangka meliputi IJ, AB, dan ADS. Dari para tersangka petugas mengamankan barang bukti berupa 32 handphone, 12 SIM card, 9 laptop, mesin EDC, buku rekening, kartu ATM, dokumen perusahaan, serta perangkat CCTV.
Selain melakukan penangkapan, penyidik juga memblokir dan menyita dana senilai Rp14,28 miliar yang berkaitan dengan aktivitas pinjol ilegal tersebut.
Sementara itu, dua tersangka warga negara asing (WNA) yang diduga berperan sebagai pengembang aplikasi LZ dan Sila masih dalam pengejaran. Upaya pencarian dilakukan melalui kerja sama dengan Divhubinter Polri dan Interpol.
Polri mengimbau masyarakat untuk selalu memeriksa legalitas aplikasi pinjaman melalui situs resmi OJK sebelum mengajukan pinjaman.
“Pinjol legal diawasi OJK, melindungi data pribadi, serta memiliki mekanisme penagihan yang sesuai aturan. Masyarakat harus berhati-hati agar tidak terjerat layanan ilegal yang memanfaatkan data pribadi untuk pemerasan,” ujar Andri.
Polri memastikan penyidikan akan terus dilanjutkan untuk menelusuri aliran dana, peran masing-masing tersangka, hingga jaringan pelaku yang berada di luar negeri. (*/Hum/A1)


