Bicaraindonesia.id, Surabaya – Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Surabaya menyatakan akan segera melakukan pengkajian terkait fenomena hujan yang diduga mengandung mikroplastik. Rencananya, DLH akan menggandeng lembaga terakreditasi dan perguruan tinggi (PT) dalam pengujian tersebut.
Kepala DLH Kota Surabaya, Dedik Irianto, mengatakan pengujian ini dilakukan untuk memastikan kebenaran dugaan adanya mikroplastik dalam bulir air hujan di Kota Pahlawan. Meski demikian, tidak menutup kemungkinan kota-kota metropolitan seperti Surabaya memiliki risiko kandungan mikroplastik baik di air maupun di udara.
“Kami akan melakukan pengujian juga, kita harus mengungkap benar atau tidak, maka kita lakukan pengujian juga. Tapi sebetulnya, kota-kota metropolitan memang sangat berisiko untuk kandungan mikroplastik ini, baik di air maupun di udara,” kata Dedik dalam pernyataan tertulis di Surabaya, dikutip pada Rabu (19/11/2025).
Menurut Dedik, air hujan yang mengandung mikroplastik bisa berasal dari berbagai sumber, salah satunya sampah plastik yang tidak dikelola dengan baik.
“Itu karena kena panas, kena air, kena panas, kemudian dia (plastik) apa? Hancur kan? Hancur, kemudian diterpa angin bisa saja (terbawa) ke udara,” ujar Dedik.
Selain itu, Dedik menjelaskan bahwa mikroplastik juga bisa muncul akibat pembakaran sampah secara sembarangan. Menurutnya, sampai saat ini masih sering dijumpai warga yang membakar sampah di lingkungan rumah.
Faktor lain penyebab pencemaran mikroplastik, kata Dedik, berasal dari kendaraan atau alat transportasi lainnya.
“Bisa dari gesekan ban dengan aspal, dan sebagainya. Ini juga bisa menjadi salah satu pemicu munculnya mikroplastik yang ada di jalan-jalan itu,” ungkapnya.
Menurut Dedik, terdapat dua kemungkinan potensi kandungan mikroplastik terbawa air hujan.
“Apakah itu ada di udaranya kemudian kena air lalu turun (hujan) atau uap air yang di atas itu sudah ada (mikroplastik). Kalau awannya sudah mengandung mikroplastik, itu mungkin awan yang ada di atas Kota Surabaya kan belum tentu dari Surabaya juga. Tapi kami akan melakukan pengujian,” paparnya.
Untuk menangani fenomena ini, Pemkot Surabaya telah melakukan berbagai upaya pencegahan pencemaran mikroplastik di lingkungan. Salah satunya dengan pengolahan sampah secara terpusat di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Benowo menggunakan teknologi gasifikasi power plant, yang mengubah sampah menjadi tenaga listrik atau energi baru terbarukan.
“Dengan teknologi ini, hasil pembakaran dari sampah itu sudah dikelola sedemikian rupa sehingga tangkapan fly ash dan bottom ash (FABA) atau abu (sisa pembakaran) yang melayang itu sudah dikelola dengan baik dan ditangkap dengan baik sehingga tidak sampai mencemari udara,” jelas Dedik.
Selain itu, Dedik menyebut Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi telah menerbitkan Peraturan Wali Kota (Perwali) Nomor 16 Tahun 2022 tentang Pengurangan Penggunaan Kantong Plastik untuk menekan pencemaran lingkungan dari sampah plastik.
Pemkot Surabaya juga rutin melakukan yustisi terhadap warga yang membakar sampah di ruang terbuka tanpa menggunakan teknologi dan memenuhi ketentuan yang berlaku.
“Nah, artinya kita juga sering menangkap masyarakat yang melakukan pembakaran sampah. Artinya secara mitigasi pemkot sudah melakukan semaksimal mungkin,” sebutnya.
Dedik mengimbau masyarakat, karena aktivitas di kota metropolitan yang tinggi berpotensi menghasilkan mikroplastik, agar tetap waspada. Salah satunya, dengan menggunakan masker saat beraktivitas di luar ruangan untuk mengurangi risiko terpapar mikroplastik.
“Selain itu kita juga menggencarkan kampanye kepada masyarakat untuk mengurangi penggunaan plastik. Misalnya, belanja-belanja jangan pakai tas kresek, kemudian ada anak-anak sekolah bawa tumbler, termasuk larangan membakar sampah,” pungkas Dedik. (*/Pr/C1)


