Bicaraindonesia.id, Surabaya – Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya, Arif Fathoni, menilai polemik terkait viralnya potongan video siaran langsung Instagram Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, yang menampilkan candaan admin media sosial (medsos), tidak perlu dibesar-besarkan.
Menurutnya, kejadian tersebut murni merupakan kesalahan manusia (human error) dan tidak berkaitan dengan integritas maupun gaya kepemimpinan Eri Cahyadi.
“Saya kira itu murni kelalaian individu. Tidak elok kalau kemudian dipukul rata seolah kegiatan lapangan Pak Wali hanya pencitraan. Warga Surabaya tahu, beliau ini pemimpin yang benar-benar hadir di lapangan,” ujar Arif Fathoni dalam keterangan tertulis dikutip pada Minggu (2/11/2025).
Dalam video yang beredar, terdengar suara admin yang berujar, “Kalau ada hujan lagi, rekaman video bapak wali turun ke lapangan kita simpan aja. Nanti bisa diunggah lagi kalau ada hujan.” Ucapan itu memicu reaksi warganet yang menilai kegiatan lapangan Eri Cahyadi hanya pencitraan.
Namun, Arif Fathoni menegaskan penilaian tersebut tidak adil. Ia menuturkan, saat percakapan itu terjadi, Wali Kota Eri Cahyadi tengah fokus bekerja di lapangan dan sama sekali tidak mengetahui adanya candaan tersebut.
Admin Sudah Minta Maaf dan Mundur Secara Terhormat
Politisi Partai Golkar itu mengapresiasi langkah cepat admin yang meminta maaf dan memutuskan mundur dari tim media sosial wali kota.
“Manusia tempatnya salah dan khilaf. Yang penting ketika salah, dia berani bertanggung jawab. Staf itu sudah minta maaf dan mengundurkan diri. Itu langkah terhormat yang jarang dilakukan di birokrasi,” ujarnya.
Toni-sapaan akrab Arif Fathoni mengimbau publik agar menilai kinerja Eri Cahyadi dari rekam jejak kerja nyatanya, bukan dari kesalahan teknis staf.
“Justru di masa Wali Kota Eri Cahyadi, anggaran Rutilahu dinaikkan agar warga Surabaya yang tidak beruntung secara ekonomi bisa menikmati rumah yang layak. Rumah yang layak itu kawah candradimuka tumbuh kembang anak,” tegasnya.
Ia juga menyebut berbagai program pro-rakyat kecil seperti beasiswa Pemuda Tangguh, layanan pendidikan dan kesehatan gratis, hingga perlindungan sosial di tingkat kampung yang terus diperkuat Pemkot Surabaya.
Toni menilai Eri Cahyadi bukan tipe pemimpin yang gemar tampil di media sosial. Banyak aksi nyata di lapangan dilakukan tanpa sorotan kamera.
“Mas Wali turun malam-malam meninjau jalan rusak di kawasan Jagir sampai Panjang Jiwo. Tidak ada kamera, tidak ada live, tapi sebulan kemudian jalan itu sudah diaspal mulus. Warga yang merasakan manfaatnya,” tuturnya.
Ia juga mengingatkan momen ketika Eri Cahyadi turun langsung menangani banjir di Jalan Pemuda, bahkan masuk ke gorong-gorong peninggalan Belanda untuk memeriksa saluran air. Kini, kawasan pusat kota Surabaya jauh lebih tertata dan minim genangan.
“Sekarang tengah kota sudah jauh lebih baik. Itu kerja nyata, bukan konten,” imbuhnya.
Menurut Toni, kepemimpinan Eri Cahyadi terlihat dari kemampuannya menyelesaikan persoalan sosial dan menjaga harmoni antarwarga.
“Ketika ada pro-kontra pendirian sekolah keagamaan di Gunung Anyar, Mas Wali turun langsung mengajak dialog tokoh masyarakat. Begitu juga saat ada konflik warga di Bubutan, beliau turun mencari solusi sampai semua pihak puas. Itu kepemimpinan yang menenangkan,” jelasnya.
Ia menegaskan, tudingan pencitraan terhadap Eri Cahyadi tidak relevan. Sebab, masyarakat Surabaya telah dua kali memberikan mandat melalui pemilihan langsung.
“Kalau Mas Wali mau pencitraan, beliau tidak perlu repot. Beliau sudah dua kali dipercaya masyarakat Surabaya. Hari ini beliau bekerja bukan untuk membangun citra, tapi untuk memenuhi amanah itu,” tegasnya.
Menurutnya, penggunaan media sosial oleh Eri Cahyadi justru menjadi bentuk transparansi dan akuntabilitas publik.
“Media sosial digunakan sebagai jembatan komunikasi agar warga tahu apa yang sudah dan sedang dikerjakan pemerintah kota,” katanya.
Di akhir pernyataannya, Toni mengajak masyarakat agar lebih bijak dalam menanggapi isu viral di dunia maya. Ia menekankan pentingnya budaya pemaaf dan dukungan terhadap generasi muda agar berani bertanggung jawab.
“Kita harus jadi masyarakat yang pemaaf. Jangan sampai satu kesalahan kecil membuat anak muda kehilangan semangat dan kreativitas. Surabaya ini kota yang besar karena masyarakatnya mau belajar, bukan menghukum,” tutupnya. (*/Dap/A1)


