Bicaraindonesia.id, Surabaya – Di tengah pesatnya pembangunan dan padatnya kehidupan perkotaan, Surabaya masih menyimpan ruang kehidupan yang menyejukkan, taman-taman dan hutan kota.
Bagi anggota Komisi C DPRD Jawa Timur, Fuad Benardi, keberadaan ruang hijau bukan sekadar elemen estetika, tetapi juga wujud nyata nasionalisme.
Pesan tersebut disampaikan Fuad saat menghadiri “Sosialisasi Pemanfaatan Hutan Kota untuk Kesejahteraan Masyarakat Majemuk di Perkotaan”, yang digelar di Surabaya, Senin (27/10) malam.
Acara itu juga dihadiri aktivis lingkungan Tunas Hijau, Bram Azzaino, beserta sejumlah pemerhati lingkungan.
“Pentingnya fungsi taman dan hutan kota bukan hanya untuk keindahan visual. Keberadaan ruang hijau mempengaruhi kehidupan sehari-hari masyarakat, menjaga kualitas udara, menjadi serapan air tanah, dan penyeimbang ekosistem,” ujar Fuad.
Fuad menegaskan, menjaga lingkungan bukan hanya tugas pemerintah, melainkan tanggung jawab bersama seluruh warga kota.
Ia mengajak masyarakat untuk memulai dari hal-hal sederhana seperti membuang sampah pada tempatnya dan memilah sampah rumah tangga secara disiplin.
“Jangan sampai ketika banjir atau muncul penyakit karena sampah, pemerintah yang disalahkan. Semua harus punya tanggung jawab yang sama,” katanya.
Politisi muda yang juga mantan Ketua Karang Taruna Surabaya 2019–2024 ini menilai, semangat menjaga lingkungan merupakan bagian dari nilai-nilai nasionalisme.
Ia mencontohkan pesan dari Ketua Umum DPP PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, yang dikenal memiliki kecintaan besar terhadap tanaman.
“Ibu Mega berpesan kepada para staf di DPP PDIP, ada tiga tanaman di kantor yang tidak boleh sampai kering atau mati. Kalau sampai mati, staf yang bertanggung jawab akan mendapat sanksi,” ungkap Fuad.
Menurutnya, pesan sederhana itu mengandung makna yang dalam. Merawat tanaman berarti belajar disiplin, bertanggung jawab, dan mencintai makhluk hidup, nilai-nilai yang juga menjadi dasar ideologi partai nasionalis.
“Dari hal kecil seperti merawat tanaman, kita bisa menumbuhkan rasa cinta lingkungan dan rasa kebangsaan,” ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Bram Azzaino menegaskan pentingnya sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan komunitas lingkungan untuk menjaga keberlanjutan ruang hijau di Surabaya.
Organisasi Tunas Hijau sendiri telah aktif selama puluhan tahun dalam mengedukasi generasi muda melalui program penanaman pohon, konservasi air, dan urban farming di sekolah-sekolah.
Fuad menambahkan, keputusan menjaga atau mengabaikan lingkungan saat ini akan sangat menentukan masa depan generasi berikutnya. Ia berharap warga Surabaya tidak mewariskan kota yang tandus dan penuh polusi bagi anak cucu.
“Kalau lingkungan tidak dijaga sekarang, anak cucu kita yang akan menanggung akibatnya,” tegasnya.
Kini, Surabaya dihadapkan pada dua pilihan besar, terus membangun tanpa memperhatikan keseimbangan alam, atau menata pembangunan berkelanjutan dengan menjadikan ruang hijau sebagai investasi jangka panjang.
Taman-taman dan hutan kota bukan hanya warisan masa lalu, tetapi juga warisan untuk masa depan. Dan seperti diingatkan Fuad, warisan itu hanya akan bermakna jika dirawat dengan cinta dan tanggung jawab. (*/Dap/A1)


