Bicaraindonesia.id, Jakarta – Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) menetapkan dua tersangka yakni EF alias YA dan SNK dalam kasus dugaan penyiksaan anak di Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, yang terjadi pada Juni 2025.
Direktur Tindak Pidana Perlindungan Perempuan dan Anak – Penyelundupan dan Perdagangan Orang (Dittipid PPA-PPO) Bareskrim, Brigjen Pol Nurul Azizah, menyatakan bahwa pihaknya prihatin dalam kasus yang dialami oleh korban.
“Kami sangat prihatin atas penderitaan korban. Ini adalah kekerasan yang keji dan tidak berperikemanusiaan. Polri akan memproses kasus ini secara tegas tanpa kompromi,” ujar Brigjen Pol Nurul Azizah dalam keterangannya di Jakarta, dikutip pada Kamis (11/9/2025).
Kasus ini terungkap dari keterangan korban berinisial MK (7) yang didampingi pekerja sosial saat pemeriksaan. Korban mengaku kerap disiksa oleh EF alias YA, yang dipanggilnya “Ayah Juna”.
Bentuk penyiksaan yang dialami korban meliputi pemukulan, tendangan, pembantingan, penyiraman bensin, pembakaran wajah di sawah, pemukulan dengan kayu hingga menyebabkan tulang patah, pembacokan dengan golok, hingga penyiraman air panas.
Dalam kesaksiannya, MK bahkan menyatakan tidak ingin bertemu lagi dengan pelaku. Sementara itu, ibu korban, SNK, disebut mengetahui penyiksaan tersebut dan setuju meninggalkan korban di Jakarta. Keterangan ini diperkuat oleh saudara kembarnya, SF, yang menjadi saksi kunci.
Nurul menjelaskan EF alias YA telah mengakui perbuatannya, sementara SNK juga mengakui perannya dalam penelantaran anak. Penetapan keduanya sebagai tersangka didasarkan pada keterangan saksi, hasil visum et repertum, keterangan ahli, dan sejumlah barang bukti.
Keduanya dijerat dengan Pasal 76B jo. 77B dan Pasal 76C jo. 80 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, serta Pasal 354 KUHP tentang penganiayaan berat. Ancaman hukuman maksimal delapan tahun penjara dan denda hingga Rp100 juta.
Nurul menegaskan kasus ini menjadi pengingat bahwa kekerasan terhadap anak kerap terjadi di lingkungan rumah sendiri.
“Ruang keluarga seharusnya menjadi tempat paling aman bagi anak. Kami mengajak masyarakat lebih peduli, peka, dan berani melapor jika menemukan dugaan kekerasan. Pelindungan anak adalah tanggung jawab bersama,” pungkasnya. (*/Hum/A1)