Bicaraindonesia.id, Jakarta – Pemerintah Indonesia menegaskan tekad untuk memutus ketergantungan terhadap impor pangan dan mewujudkan swasembada pangan nasional. Salah satu langkah strategisnya adalah membuka dua juta hektare lahan sawah baru di berbagai wilayah Indonesia.
Pernyataan itu disampaikan Presiden RI Prabowo Subianto dalam pidato kenegaraan pada Sidang Tahunan MPR RI serta Sidang Bersama DPR RI dan DPD RI Tahun 2025 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (15/8/2025).
“Tidak ada negara kuat yang tidak mampu memproduksi pangannya sendiri. Oleh karena itu, pemerintah membuka lahan sawah baru di Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Sumatra, Papua Selatan, dan wilayah lainnya guna mencapai swasembada serta ketahanan pangan,” ujar Presiden Prabowo dikutip melalui Infopublik pada Jumat (15/8/2025).
Presiden menambahkan, pemerintah juga mengintensifkan produksi pangan di pedesaan dengan memotong rantai birokrasi penyaluran pupuk. Pupuk kini disalurkan langsung dari pabrik ke petani.
Selain itu, bantuan alat pertanian diberikan secara masif, dan harga beli gabah dinaikkan menjadi Rp6.500 per kilogram untuk memastikan keuntungan petani.
“Hari ini kita surplus produksi beras. Cadangan nasional kita lebih dari 4 juta ton, tertinggi sepanjang sejarah. Bahkan, untuk pertama kalinya dalam puluhan tahun, Indonesia kembali mengekspor beras dan jagung,” ungkapnya.
Menurut Presiden, stabilnya harga gabah berdampak positif pada penghasilan petani. Di berbagai daerah, ia melihat langsung para petani tersenyum puas.
Untuk melindungi konsumen, Presiden Prabowo menegaskan pemerintah akan menindak tegas segala bentuk kecurangan distribusi bahan pokok, seperti penimbunan, manipulasi harga, dan penahanan distribusi saat gejolak harga atau kelangkaan.
“Kami akan menggunakan kewenangan dari UUD 1945 dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, khususnya Pasal 107 juncto Pasal 29 ayat 1,” ujarnya.
Presiden menegaskan, pelaku usaha yang terbukti menyimpan barang kebutuhan pokok secara ilegal saat kondisi darurat dapat dipidana penjara hingga 5 tahun dan/atau denda maksimal Rp50 miliar.
“Pemerintah tidak akan ragu-ragu. Kami akan tegas terhadap siapa pun yang mempersulit kehidupan rakyat,” tandasnya. (*/Ip/A1)