BicaraIndonesia.id, Maluku – Ekspedisi ilmiah gabungan be -rhasil menemukan ikan purba coelacanth (Latimeria menadoensis) di perairan Maluku Utara.
Penemuan langka ini dilakukan oleh tim dari UNSEEN (Underwater Scientific Exploration for Education), Universitas Pattimura, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Universitas Udayana, dan Universitas Khairun.
Melansir laman resmi unpatti.ac.id, penemuan tersebut menjadi bagian penting dari kolaborasi ilmiah internasional yang turut didukung oleh program Blancpain Ocean Commitment. Temuan ini memperkuat posisi Maluku Utara sebagai wilayah dengan keanekaragaman hayati laut yang luar biasa.
Fokus utama dari ekspedisi ini adalah penelitian ekosistem terumbu karang mesofotik di kedalaman antara 30 hingga 150 meter, serta habitat alami coelacanth. Zona ini dikenal sebagai area laut dalam yang menyimpan misteri dan memiliki nilai ekologis tinggi.
Tim menggunakan pendekatan berbasis data historis habitat coelacanth, peta batimetri, serta pengalaman panjang dalam eksplorasi laut dalam di Indonesia.
Dengan dukungan teknologi dan keahlian khusus, dua penyelam Trimix dari tim ilmiah berhasil mendokumentasikan seekor coelacanth dewasa yang hidup di kedalaman 145 meter. Dokumentasi tersebut mencakup foto dan video in-situ pertama yang diambil langsung oleh penyelam.
Sebelumnya, dokumentasi spesies ini hanya dilakukan menggunakan Remotely Operated Vehicle (ROV) di Pantai Utara Sulawesi serta kapal selam di wilayah barat Papua Nugini.
“Penemuan coelacanth di Perairan Maluku Utara ini membuktikan tingginya keanekaragaman hayati laut di kawasan ini dan menggarisbawahi pentingnya eksplorasi dan konservasi laut dalam,” ujar Dr. Gino Limmon, dosen dari Universitas Pattimura, yang turut memimpin proyek ini seperti dilansir Bicaraindonesia.id pada Kamis (29/5/2025).
Penemuan ikan purba ini di kawasan terumbu karang mesofotik menunjukkan bahwa wilayah tersebut merupakan tempat perlindungan penting bagi spesies langka dan berpotensi mengungkap spesies baru.
Professor Kerry Sink dari South African National Biodiversity Institute, yang telah meneliti coelacanth di Afrika Selatan selama lebih dari dua dekade, menilai bahwa penemuan ini memperluas pemahaman mengenai sebaran coelacanth di Indonesia.
“Temuan ini merupakan hal yang luar biasa mengingat tantangan teknis dalam melakukan penyelaman di laut dalam dengan gas campuran dan waktu yang singkat di dasar yang dapat dilakukan oleh penyelam Trimix – penyelaman dengan menggunakan gas campuran,” ujar dia.
Ia juga menekankan bahwa temuan ini penting untuk memahami evolusi hewan purba dan mendukung upaya konservasinya secara global.
Untuk melindungi keberadaan spesies sensitif ini dari ancaman manusia, lokasi detail penemuan dirahasiakan. Langkah ini memungkinkan penerapan kebijakan konservasi yang lebih efektif oleh para ilmuwan dan pemerintah daerah.
Ikan coelacanth pertama kali ditemukan di Indonesia pada tahun 1997 oleh Arnaz dan Mark V. Erdmann. Spesimen awal didokumentasikan di pasar ikan Manado, Sulawesi Utara, dan kemudian diidentifikasi sebagai spesies baru, berbeda dari Latimeria chalumnae yang ditemukan di Afrika.
Spesies ini sebelumnya dianggap telah punah sejak 70 juta tahun lalu, pada akhir zaman Kapur. Namun, temuan di Indonesia membuktikan bahwa coelacanth masih eksis dan hidup di kedalaman laut Indonesia.
Secara evolusioner, coelacanth memiliki hubungan erat dengan vertebrata darat dan dianggap sebagai salah satu vertebrata laut paling penting dalam studi ilmiah.
Meski penemuan ini menjadi kabar baik bagi dunia konservasi, status Latimeria menadoensis saat ini diklasifikasikan sebagai “Rentan” oleh IUCN (International Union for Conservation of Nature). (*/Unp/B1)