Bicaraindonesia.id, Surabaya – Dua mahasiswa dari kampus di Kota Surabaya berhasil menciptakan inovasi unik dengan mengolah pepaya Bangkok menjadi wine.
Kreasi ini tidak hanya mengurangi limbah pertanian akibat panen berlebih, tetapi juga meningkatkan nilai ekonomis buah tropis tersebut.
Adalah Cleary Budiman dan Davin Varian Ikwanto Koean, mahasiswa Hotel Management Petra Christian University (PCU), yang menemukan formula terbaik dalam fermentasi pepaya Bangkok untuk menghasilkan wine bercita rasa istimewa.
“Melihat banyaknya sisa buah pepaya akibat panen berlebih di sektor pertanian, kami termotivasi untuk mencari solusi pengolahan yang lebih efektif,” kata Cleary melalui rilis Humas PCU dikutip pada Jumat (14/3/2025).
Cleary menjelaskan bahwa fermentasi pepaya menjadi wine dapat memperpanjang masa simpan buah dan memberikan nilai tambah bagi petani.
Salah satu daerah penghasil pepaya di Jawa Timur adalah Desa Sugihwaras, Kediri, yang terletak di kawasan kaki Gunung Kelud.
Tanah vulkanik yang subur membuat daerah ini menjadi lahan pertanian produktif, namun produksi pepaya yang melimpah sering menyebabkan harga turun, sehingga petani mengalami kerugian.
Setelah melakukan serangkaian percobaan pada berbagai jenis pepaya seperti California, Hawaii, dan Bangkok, Cleary dan Davin menemukan bahwa pepaya Bangkok memiliki karakteristik terbaik untuk dijadikan wine.
“Wine dari pepaya Bangkok memiliki rasa manis yang lebih seimbang, tingkat keasaman rendah, serta body dan tekstur yang lebih baik. Aroma alkoholnya juga lebih halus, dengan kadar sesuai standar wine komersial, yakni sekitar 12 persen,” jelas Davin.
Selain anggur, wine juga dapat dibuat dari berbagai buah yang mengandung glukosa, salah satunya pepaya. Jenis olahan ini dikenal sebagai fruit wine.
Untuk mendapatkan komposisi terbaik, Cleary dan Davin menggunakan pepaya Bangkok yang telah dikupas dan dibersihkan dari bijinya, kemudian dipotong dan diblender.
Setelah itu, campuran pepaya dan air (perbandingan 1:1) disaring sebelum ditambahkan gula pasir dan ragi (Saccharomyces cerevisiae).
“Proses fermentasi berlangsung selama 14 hari, kemudian residu yang terbentuk harus dipisahkan sebelum wine dimasukkan ke dalam botol untuk pengendapan selama 7 hari,” ujar Davin.
Setelah proses pengendapan selesai, wine siap dikonsumsi. Cleary dan Davin membanderol produk ini seharga Rp150 ribu per botol (750 ml).
Dosen pembimbing, Hanjaya Siaputra mengapresiasi inovasi ini. Ia juga berharap inovasi ini dapat memberikan manfaat bagi masyarakat, khususnya petani di Desa Sugihwaras, Kediri.
“Harapannya dari kreasi buah pepaya ini bisa memberdayakan masyarakat lebih baik lagi. Ilmu dan penerapan yang dilakukan mahasiswa dapat membantu warga dalam mengelola hasil panen yang melimpah, dengan cara yang tepat dan tentunya meningkatkan perekonomian,” pungkasnya. (*/Pr/B1)