Bicaraindonesia.id, Jakarta – Penyidik Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri, mengungkap tindak pidana penyimpangan oleh operator dan manajer SPBU menjual BBM Pertalite yang dicampur pewarna menjadi warna menyerupai Pertamax.
Hal tersebut disampaikan Direktur Tidak Pidana Tertentu (Dirtipidter) Bareskrim Polri Brigjen Pol Nunung Syaifuddin dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta, Kamis 28 Maret 2024.
Ia mengatakan bahwa ada lima orang yang ditetapkan sebagai tersangka, dengan jumlah SPBU yang melakukan kecurangan ada empat. Keempat SPBU itu berada di wilayah Cimanggis-Depok, Kebun Jeruk-Jakarta Barat, dan Banten, Depok dan Karang Tengah serta Pinang Kota-Banten.
“Jadi sudah empat SPBU yang melakukan penyimpangan dengan modus yang sama,” kata Nunung dalam keterangannya, seperti dikutip pada Jumat 29 Maret 2024.
Nunung menyebut, dalam penanganan perkara ini, Subdit III Dittipidter telah membuat atau menerbitkan tiga laporan polisi dan menetapkan lima orang sebagai tersangka, serta menyita barang bukti.
Adapun para tersangka, yakni RHS (49) selaku pengelola SPBU, AP (37) selaku manajer SPBU, DM (41) selaku manejer dan pengawas, RI (24) dan (AH).
“Barang bukti yang kami sita sejumlah total dari empat SPBU ini ada 29.046 liter BBM Pertamax yang diduga palsu di empat tangki pendam SPBU tersebut,” katanya.
Rincian barang bukti tersebut, dari SPBU Karang Tengah 9.004 liter, SPBU Pinang Kota, Tangerang 3.700 liter, SPBU Kebun Jeruk 6.814 litee, dan SPBU Cimanggis Kota Depok 9.528 liter.
“Selain itu kami juga menyita sampel masing-masing yakni lima liter BBM Pertalite yang sudah dicampur zat pewarna sehingga menyerupai Pertamax,” kata Nunung.
Tidak hanya itu, penyidik juga menyita bahan pewarna yang digunakan pelaku untuk mengubah warna Pertalite menjadi warna Pertamax.
Selain itu, menyita dokumen pemesanan atau DO dan penjualan BBM, serta alat komunikasi yang hasil penjualan BBM dengan total penjualan 111.552.000 liter.
Perbuatan ini dilakukan pelaku sejak Januari 2023 sampai Januari 2024, diperkirakan dari kecurangan atau penyimpangan ini pelaku sudah mendapatkan keuntungan lebih dari Rp2 miliar.
“Motif dari para pelaku untuk adalah ingin mendapatkan keuntungan yang sebesar besarnya,” ungkap Nunung.
Pelaku mendapat keuntungan dari penjualan Pertalite yang diubah menjadi Pertamax. Jika Pertalite harga jual Rp10.000, setelah diubah warna menyerupai Pertamax dijual dengan harga Rp12.950 per liter.
“Jadi ada disparitas harga hampir Rp3000 atau tepatnya Rp2.950,” pungkas Nunung. (hum/polri/A1)