Bicaraindonesia.id, India – Negara-negara pesisir Samudera Hindia, harus terus meningkatkan dan memperkuat Sistem Mitigasi dan Peringatan Dini Tsunami. Hal tersebut sangat penting untuk mereduksi risiko bencana tsunami, utamanya dalam meminimalisir jumlah korban.
Hal tersebut dikemukakan Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BKMG) Dwikorita Karnawati dalam Steering Group Meeting selama Inter-governmental Coordination Group on Indian Ocean Tsunami Warning and Mitigation System – ICG IOTWMS, yang dilaksanakan di Hyderabad, India pada tanggal 5 – 7 Februari 2024.
Dwikorita menyebut bahwa Samudera Hindia merupakan salah satu wilayah di dunia yang sangat rawan terhadap tsunami. Ia menyebut, Samudera Hindia terdiri dari dua zona subduksi yang dapat menyebabkan tsunami di seluruh samudra.
Maka dari itu, Dwikorita yang sejak tahun 2019 terpilih sebagai Ketua Koordinasi Antar Pemerintah untuk Sistem Peringatan Dini dan Mitigasi Tsunami di Samudra Hindia (ICG IOTWMS) itu menegaskan bahwa ancaman tersebut, harus diantisipasi. Yakni, dengan membangun kapasitas seluruh negara anggota agar dapat merespon Peringatan Dini Tsunami secara cepat, tepat dan akurat.
Utamanya dalam peningkatan pemahaman dan kesadaran masyarakat, serta peningkatan keterjangkauan informasi kepada masyarakat.
Menurutnya, salah satu cara untuk meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat terhadap ancaman tsunami, yakni dengan membentuk Tsunami Ready Community.
Tsunami Ready Community adalah program peningkatan kapasitas masyarakat dalam menghadapi ancaman tsunami berbasis pada 12 indikator aspek penilaian potensi bahaya (assessment), kesiapsiagaan (preparedness) dan respon yang telah ditetapkan UNESCO-IOC.
“Saat ini telah terdapat 12 Komunitas Tsunami Ready di Samudra Hindia yang diakui Unesco, dimana 10 diantaranya merupakan Komunitas Tsunami Ready dari Indonesia, dan 2 komunitas lainnya dari India. Saya berharap jumlahnya akan semakin bertambah dari negara-negara lain,” kata Dwikorita dalam keterangan tertulis, seperti dikutip pada Sabtu 10 Februari 2024.
Dwikorita juga menyampaikan, bahwa ICG/IOTWMS yang dipimpinnya, secara aktif memberikan pendampingan kepada seluruh negara yang memiliki potensi tsunami di Samudra Hindia untuk membangun dan meningkatkan Sistem Peringatan Dini dan Mitigasi Tsunami di negaranya.
Oman, Seychelles dan Timor Leste adalah contoh dari negara yang mendapatkan dampingan penguatan kapasitas melalui Training Tsunami Ready.
Peristiwa Tsunami Aceh, Tsunami Palu serta Tsunami Selat Sunda, kata Dwikorita, menunjukkan bahwa selain membangun sistem peringatan dini yang cepat, tepat, dan akurat, juga dibutuhkan kesiapan masyarakat dalam merespon peringatan dini tersebut.
Maka dari itu, BMKG terus gencar mengkampanyekan “Early Warning, Early Action” untuk semakin meminimalisir risiko yang mungkin ditimbulkan.
Dalam Steering Group Meeting yang diselenggarakan di Indian National Centre for Ocean Information Services (INCOIS), ini dibahas berbagai progres capaian dan rencana aksi untuk memperkuat Sistem Mitigasi dan Peringatan Dini Tsunami di Samudra Hindia.
Sejalan dengan mandat Sekjen PBB bahwa 100 persen komunitas rawan Tsunami harus siap dan diperkuat dengan peringatan dini yang handal. Beberapa isu dan tantangan pun tak luput dibahas dalam pertemuan ini.
Di antaranya, perlunya segera dikembangkan teknologi untuk memberikan Peringatan Dini Tsunami Non-seismik. Sebab, saat ini banyak negara di dunia masih belum terlindungi dengan Peringatan Dini Tsunami non seismik. Karena memang belum ditemukan teknologi yang mumpuni dan benar-benar sudah teruji untuk non seismik Tsunami.
Dengan masih adanya keterbatasan teknologi untuk mitigasi dan peringatan dini Tsunami, kearifan lokal dan kapasitas komunitas masyarakat pantai rawan Tsunami harus terus ditingkatkan dan diperkuat, antara lain melalui Program Tsunami Ready (UNESCO), serta Destana (Desa Siaga Bencana) dan Katana (Keluarga Siaga Bencana) yg dicanangkan Pemerintah Indonesia (BNPB).
Selain itu, dalam kesempatan itu, dibahas pula pentingnya terus digalakkan penguatan Kapasitas negara-negara anggota ICG/IOTWMS, serta penerapan Program dan Aksi Tsunami Ready untuk infrastruktur kritis dan pertukaran data monitoring untuk Peringatan Dini. (*/B1)