Bicaraindonesia.id, Batam – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bersama enam instansi pemerintah, menggelar operasi bersama untuk mencegah penyelundupan Benih Bening Lobster (BBL) keluar Indonesia.
Operasi pengawasan dan penindakan bersama tersebut, akan dilaksanakan sampai dengan akhir tahun 2023 di lokasi penangkapan, pembudidayaan, serta pendistribusian BBL.
Operasi bersama ini melibatkan KKP, TNI AL, Polri, Badan Keamanan Laut (Bakamla), Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dan Badan Karantina Indonesia (Barantin).
Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), Laksda TNI Adin Nurawaluddin menyebut, keberhasilan dalam pencegahan penyelundupan BBL sangat memerlukan integrasi di setiap sektor operasi.
“Untuk itu dibutuhkan sinergitas aparat penegak hukum baik oleh KKP, TNI AL, Polri, Bakamla, Kemenkeu, Kemenhub, serta Barantin dalam operasi bersama ini,” kata Adin dalam Upacara Pembukaan Operasi Bersama Pengawasan dan Penindakan Penyelundupan BBL di Batam, Kepulauan Riau, Selasa, 5 Desember 2023.
Adin juga mengungkap, bahwa kegiatan penyelundupan BBL diduga telah menghilangkan potensi Penerimaan Negara Bukan Pajak hingga Rp30 triliun.
Sejak Januari – 30 November 2023, dari hasil operasi tangkap oleh berbagai pihak, telah disita sebanyak 1.618.395 ekor benih bening lobster senilai Rp163 miliar.
“Untuk itu, saya mengapresiasi atas capaian yang demikian hebat terutama dari pihak Polri yang sudah menggerakkan Polda-Polda di wilayah potensi penyelundupan, Ditjen Bea Cukai di pintu-pintu pemasukan atau pengeluaran, Kemenhub dan otoritas bandara melalui pelabuhan dan bandar udara serta pihak lainnya yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu,” jabar Adin.
Modus Operandi Penyelundupan
Adin menjelaskan, bahwa modus operandi penyelundup BBL di tahun 2023 ini dilakukan mulai dari saat penangkapan, pembudidayaan sampai dengan pendistribusian.
Pada lokasi penangkapan dan pembudidayaan, banyak ditemukan kasus penangkapan BBL tidak dilakukan oleh nelayan kecil. Atau dilakukan oleh nelayan namun tidak terdaftar sebagaimana sesuai ketentuan.
Selain itu, petugas juga mendapati BBL yang ditangkap kemudian tidak didaratkan di lokasi yang sesuai atau dikumpulkan di Packing House sekitar wilayah penangkapan. Dimana tujuannya itu bukan untuk keperluan pembudidayaan.
Sementara di lokasi pendistribusian BBL, penyelundupan biasanya dilakukan di pelabuhan penyeberangan dengan menggunakan kendaraan yang membawa Styrofoam atau koper berisi BBL.
Kemudian juga di bandar udara yang dibawa oleh penyelundup dengan membaur bersama penumpang pesawat pada umumnya.
“Untuk modus operandi penyelundupan BBL yang dilakukan di laut, biasanya dilakukan oleh kapal atau speedboat hantu pembawa BBL berkecepatan tinggi yang dipacking dalam gabus atau Styrofoam,” ungkap Adin.
Dari kasus-kasus tersebut, Adin menuturkan, bahwa target operasi pengawasan penyelundupan BBL ini meliputi lokasi penangkapan dan pengepul BBL, jalur distribusi darat, Pelabuhan Penyeberangan Merak, pengiriman cargo udara maupun penumpang pesawat udara.
Juga terhadap kapal speedboat berkecepatan tinggi (diatas 50 Knot) yang diindikasikan melakukan penyelundupan BBL di daerah perbatasan sekitar Batam dan Tanjung Pinang. Termasuk pula di Pelabuhan Tangkahan, sepanjang wilayah Sumatera Selatan, Kepulauan Riau dan Jambi.
“KKP tentunya tidak dapat mengatasi kasus-kasus penyelundupan BBL ini sendirian. Perlu adanya kerja bersama dari seluruh pihak baik masyarakat maupun pemerintah untuk memerangi penyelundupan BBL ini,” tegas Adin.
Untuk diketahui, Indonesia menyimpan potensi lestari BBL mencapai 465.776.023 ekor yang tersebar di 11 Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI).
Operasi bersama ini menjadi salah satu bukti nyata komitmen KKP dalam mengimplementasikan kebijakan ekonomi biru, khususnya pengembangan industri perikanan budidaya komoditas lobster yang berkelanjutan. ***
Editorial: C1
Source: Hum/PSDKP