BicaraIndonesia.id, Jakarta – Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta terus berupaya menanggulangi kemiskinan. Salah satunya melalui program bantuan sosial (bansos) kepada masyarakat kelompok ekonomi menengah ke bawah. Hal ini juga dilakukan untuk memperkecil jarak gini ratio atau tingkat ketimpangan pengeluaran.
Hal tersebut disampaikan Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono usai memimpin rapat pimpinan (rapim) tentang sinkronisasi data kemiskinan di Balai Kota DKI Jakarta, Selasa (18/7/2023).
“Untuk menurunkan gini ratio di Jakarta, maka Pemprov DKI harus menjaga batas garis kemiskinan supaya tidak masuk lebih dalam lagi. Kita harus jaga batas bawahnya. Jaganya dengan apa? Dengan gencar memberikan bantuan sosial atau jaminan sosial kepada masyarakat. Kita tahan di sana,” kata Pj Gubernur Heru dalam keterangannya, seperti dilansir melalui laman InfoPublik pada Rabu (19/7/2023).
Untuk mengurangi kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran, Pj Gubernur Heru menyebut bahwa Pemprov DKI memberikan berbagai program bantuan sosial. Di antaranya, program pangan bersubsidi, Kartu Jakarta Pintar, Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul, Kartu Anak Jakarta, Kartu Penyandang Disabilitas Jakarta, Kartu Lansia Jakarta, dan program kesejahteraan sosial lainnya.
Selain itu Pemprov DKI Jakarta juga memberikan pelatihan-pelatihan melalui Pusat Pelatihan Kerja, pembekalan kewirausahaan Jakpreneur melalui program pemasaran dan fasiiltasi permodalan, dan program lainnya.
Pj Gubernur Heru menerangkan, ketimpangan pengeluaran atau gini ratio merupakan masalah yang dihadapi seluruh kota-kota besar, baik di Indonesia maupun negara-negara di dunia.
Perbedaan gini ratio bisa terjadi karena ada COVID-19 selama dua tahun. Saat COVID-19 dinyatakan sebagai endemi oleh Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) pada 21 Juni 2023, maka perekonomian di Jakarta mulai menggeliat kembali.
“Perbedaan gini ratio, bisa terjadi karena adanya COVID-19 selama dua tahun. Pascapandemi, perekonomian mulai berjalan dan bangkit kembali,” ujar Pj Gubernur Heru.
Tantangan lain yang dihadapi Jakarta saat mengukur tingkat kemiskinan adalah mobilitas penduduk yang relatif tinggi, seperti banyak pendatang baru di Jakarta yang belum memiliki pekerjaan tetap maupun pekerja yang terdampak Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan usahanya terganggu saat pandemi.
Hal ini membutuhkan strategi yang solid antara pemerintah pusat dan daerah dalam sinergi kebijakan pengendalian penduduk, data terpadu berbasis sistem informasi, dan sinkronisasi target pensasaran program pusat-daerah, utamanya untuk target sasaran penduduk non-KTP DKI.
“Ekonomi di Jakarta sendiri sebetulnya bertumbuh, makanya ada kelompok yang menikmati tambahan penghasilan. Ketika dikontraskan, inilah yang membuat jadi timpang. Tetapi sekali lagi, Pemprov DKI berupaya keras supaya garis kemiskinan bisa kita tahan. Kemudian, mereka bisa kita bantu kehidupannya,” terang Pj Gubernur Heru.
Menurut data Badan Pusat Statistik, tingkat kemiskinan DKI Jakarta pada Maret 2023 secara year on year (yoy) membaik (4,44 persen) atau sebanyak 24,21 ribu jiwa penduduk miskin yang berhasil dientaskan.
Perbaikan kinerja tersebut dipengaruhi oleh aktivitas ekonomi produktif yang semakin menggeliat dan program penanggulangan kemiskinan yang kian efektif di DKI Jakarta. Akselerasi terus dilakukan Pemprov DKI Jakarta untuk mencapai target percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem 0 persen pada tahun 2024. ***
Editorial: C1
Source: Infopublik