Bicaraindonesia.id, Jakarta – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan telah meningkatkan kewaspadaan dalam dua pekan terakhir. Ini setelah Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan Kejadian Luar Biasa (KLB) pada kasus Hepatitis Akut yang menyerang anak-anak di Eropa, Amerika dan Asia yang belum diketahui penyebabnya sejak 15 April 2022.
Kewaspadaan tersebut meningkat setelah tiga pasien anak yang dirawat di rumah sakit Jakarta dengan dugaan Hepatitis Akut yang belum diketahui penyebabnya meninggal dunia. Ketiga pasien itu meninggal dalam kurun waktu yang berbeda dengan rentang dua minggu terakhir hingga 30 April 2022.
Ketiga pasien ini merupakan rujukan dari rumah sakit yang berada di Jakarta Timur dan Jakarta Barat. Gejala yang ditemukan pada pasien-pasien ini adalah mual, muntah, diare berat, demam, kuning, kejang dan penurunan kesadaran.
Juru Bicara Kementerian Kesehatan dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid mengatakan, saat ini Kemenkes RI sedang berupaya melakukan investigasi penyebab kejadian hepatitis akut melalui pemeriksaan panel virus secara lengkap. Selain itu, Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi DKI Jakarta sedang melakukan penyelidikan epidemiologi lebih lanjut.
“Selama masa investigasi, kami mengimbau masyarakat untuk berhati-hati dan tetap tenang. Lakukan tindakan pencegahan seperti mencuci tangan, memastikan makanan dalam keadaan matang dan bersih, tidak bergantian alat makan, menghindari kontak dengan orang sakit serta tetap melaksanakan protokol kesehatan,” kata dr. Siti Nadia Tarmizi, dalam keterangan resmi tertulis dikutip pada Rabu (4/5/2022).
Karenanya, Kemenkes pun mengimbau masyarakat agar segera memeriksakan anak ke fasilitas layanan kesehatan terdekat apabila mengalami sejumlah gejala. Yakni, gejala kuning, sakit perut, muntah-muntah dan diare mendadak, buang air kecil berwarna teh tua, buang air besar berwarna pucat, kejang hingga penurunan kesadaran.
Jumlah Laporan Bertambah
Sejak secara resmi dipublikasikan sebagai KLB oleh WHO, jumlah laporan Hepatitis Akut yang menyerang anak-anak terus bertambah. Tercatat lebih dari 170 kasus dilaporkan oleh lebih dari 12 negara.
WHO pertama kali menerima laporan pada 5 April 2022 dari Inggris Raya mengenai 10 kasus Hepatitis Akut yang Tidak Diketahui Etiologinya (Acute Hepatitis of Unknown aetiology ) pada anak-anak usia 11 bulan-5 tahun pada periode Januari hingga Maret 2022 di Skotlandia Tengah.
Kisaran kasus terjadi pada anak usia 1 bulan sampai dengan 16 tahun. Tujuh belas anak di antaranya (10 persen) memerlukan transplantasi hati, dan 1 kasus dilaporkan meninggal.
Gejala klinis pada kasus yang teridentifikasi adalah hepatitis akut dengan peningkatan enzim hati, sindrom jaundice (Penyakit Kuning) akut, dan gejala gastrointestinal (nyeri abdomen, diare dan muntah-muntah). Sebagian besar kasus tidak ditemukan adanya gejala demam.
Penyebab dari penyakit tersebut masih belum diketahui. Pemeriksaan laboratorium diluar negeri telah dilakukan dan virus hepatitis tipe A, B, C, D dan E tidak ditemukan sebagai penyebab dari penyakit tersebut.
Adenovirus terdeteksi pada 74 kasus di luar negeri yang setelah dilakukan tes molekuler, teridentifikasi sebagai F type 41. SARS-CoV-2 ditemukan pada 20 kasus, sedangkan 19 kasus terdeteksi adanya ko-infeksi SARS-CoV-2 dan adenovirus.
Kemenkes melalui Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit mengeluarkan Surat Edaran Nomor HK.02.02/C/2515/2022 Tentang Kewaspadaan terhadap Penemuan Kasus Hepatitis Akut yang Tidak Diketahui Etiologinya (Acute Hepatitis Of Unknown Aetiology) tertanggal 27 April 2022.
Surat Edaran tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan dukungan Pemerintah Daerah, fasilitas pelayanan kesehatan, Kantor Kesehatan Pelabuhan, sumber daya manusia (SDM) kesehatan, dan para pemangku kepentingan terkait kewaspadaan dini penemuan kasus Hepatitis Akut yang Tidak Diketahui Etiologinya.
Selain itu, Kemenkes meminta Dinas Kesehatan provinsi dan kabupaten/kota, Kantor Kesehatan Pelabuhan, Laboratorium Kesehatan Masyarakat dan rumah sakit agar memantau dan melaporkan kasus sindrom Penyakit Kuning akut di Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR), dengan gejala yang ditandai dengan kulit dan sklera berwarna ikterik atau kuning dan urin berwarna gelap yang timbul secara mendadak.
Termasuk pula, Kemenkes juga mengimbau kepada dinas atau instansi terkait agar memberikan Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) kepada masyarakat serta upaya pencegahannya melalui penerapan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.
Di samping itu, Kemenkes juga meminta pihak terkait untuk menginformasikan kepada masyarakat agar segera mengunjungi Fasilitas Layanan Kesehatan terdekat apabila mengalami sindrom Penyakit Kuning, dan membangun serta memperkuat jejaring kerja surveilans dengan lintas program dan lintas sektor.
“Tentunya kami lakukan penguatan surveilans melalui lintas program dan lintas sektor, agar dapat segera dilakukan tindakan apabila ditemukan kasus sindrom jaundice akut maupun yang memiliki ciri-ciri seperti gejala hepatitis,” jelas dr Nadia.
Bagi Dinas Kesehatan, KKP, dan Rumah Sakit juga diminta segera memberikan notifikasi/laporan apabila terjadi peningkatan kasus sindrom jaundice akut maupun menemukan kasus sesuai definisi operasional kepada Dirjen P2P melalui Public Health Emergency Operation Centre (PHEOC) melalui Telp/ WhatsApp 0877-7759-1097 atau e-mail: poskoklb@yahoo.com. ***
Source: Humas Kemenkes
Editorial: A1