Bicaraindonesia.id – Kementerian Komunikasi dan Informatika mengajak seluruh pemangku kepentingan memberikan masukan mengenai Cross-Border Data Flow atau arus data lintas negara.
Juru Bicara Kementerian Komunikasi dan Informatika Dedy Permadi menyatakan, bahwa pemerintah berupaya memperjuangkan kepentingan dalam arus data lintas negara dalam Digital Economy Working Group Presidensi G20 Indonesia mendatang.
“Nah pertukaran data lintas negara inilah yang Indonesia akan coba perjuangkan di level G20, supaya ada tata kelola yang lebih baik diantara negara-negara anggota G20. Kami merasa sangat senang karena bisa berdiskusi mengenai pemahaman Cross-Border Data Flow. Jadi ke depan, kami sangat berharap baik peserta maupun seluruh ekosistem tetap bisa memberikan masukan kepada Kominfo sebagai leading sector dalam DEWG,” kata Dedy Permadi dalam siaran persnya sebagaimana dilansir Bicaraindonesia.id pada Minggu (28/2/2022).
Jubir Dedy Permadi yang juga menjadi Co-Chair DEWG G20 menyatakan, adanya perbedaan cara tata kelola data akan menjadi pembahasan dalam Forum G20. Berdasarkan data Bank Dunia tahun 2021, saat ini terdapat tiga jenis kebijakan pengelolaan data yang diterapkan beberapa negara di dunia. Pertama, open transfer of data yakni tidak adanya pembatasan pada transfer lintas batas data pribadi atau minim pembatasan transfer lintas batas data pribadi.
“Dari 116 negara yang disurvei, terdapat 39 negara yang tergolong pada open transfer data. Misalnya Kamboja, Pakistan, Arab Saudi, itu yang tergolong kategori open transfer of data,” tuturnya.
Kedua, conditional transfer, artinya, terdapat keseimbangan antara keharusan untuk melindungi data pribadi dan kebutuhan akan keterbukaan transfer data.
“Dari 116 negara tadi yang disurvei, ada 66 negara termasuk Indonesia. Untuk negara lain diantaranya adalah European Union, Argentina, Korea Selatan, Afrika Selatan,” ungkap Dedy Permadi.
Untuk kategori ketiga yaitu limited transfer memiliki persyaratan tentang aliran data pribadi lintas batas negara untuk perusahaan dan organisasi lainnya. “Dari 116 negara, ada 11 negara yang tergolong pada limited transfer ini. Di antaranya adalah Tiongkok, Rusia dan Vietnam,” jelas Co-chair DEWG G20.
Jubir Kementerian Kominfo menyatakan saat ini dalam arus data batas perlu memperhatikan tiga tantangan keamanan data, yakni ransomware, social engineering dan tindakan perusakan keamanan data siber.
“Dari tahun 2018 hingga 2019, serangan siber meningkat 780 persen. Sementara Indonesia berada di peringkat 16 dari negara yang paling sering terjadi target sasaran serangan siber, sehingga ini adalah tanggung jawab kita bersama,” tandasnya.
Menurut Dedy Permadi, Pemerintah akan mengambil bagian memperkuat regulasi, tata kelola, teknologi, dan sumberdaya manusia.
“Tata kelola yang lebih baik bisa memberikan efek positif kepada semua yang terlibat di dalamnya. Tentu ketika kita menggunakan data-data dengan begitu masif baik di media sosial, bisa dikelola dengan lebih aman, karena kita ketahui banyak sekali insiden terkait dengan kebocoran data pribadi dan lain sebagainya yang mewarnai kehidupan,” jelasnya.
Pelindungan Data Pribadi
Meskipun di Indonesia saat ini belum memiliki Undang-Undang yang mengatur secara rinci mengenai pelindungan data pribadi, namun menurut Jubir Kementerian Kominfo Pemerintah sudah memiliki regulasi eksisting yang mengatur pelindungan data pribadi.
“Pertama adalah Undang-Undang ITE. Kedua, PP 71 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik. Kemudian yang ketiga, dalam beberapa hal ada kaitannya dengan Peraturan Menteri Kominfo Nomor 5 tahun 2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat. Inilah ketiga dasar yang sudah memuat beberapa prinsip untuk tata kelola dan pelindungan data pribadi,” jelasnya.
Menurut Jubir Dedy Permadi, ketika terjadi insiden kebocoran data pribadi, Kementerian Kominfo bisa melakukan berbagai upaya sesuai dengan peraturan yang berlaku.
“Misalnya, melakukan investigasi dan kemudian memberikan sanksi kepada PSE yang terbukti melanggar peraturan perundangan yang berlaku,” ujarnya.
Ke depan, menurut Dedy Permadi, Indonesia akan memiliki pengaturan pelindungan data pribadi yang kini tengah dibahas Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat.
“Regulasi yang eksisting akan diperkuat oleh Rancangan Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi. Saat ini Panja Pemerintah dan Panja DPR sedang berusaha semaksimal mungkin agar undang-undang ini bisa diselesaikan di tahun ini,” jelasnya.
Di saat yang bersamaan, Jubir Kementerian Kominfo mengajak mengajak seluruh pihak baik itu kalangan industri dan masyarakat bersama-sama menjaga keamanan data pribadi untuk kepentingan Indonesia. Menurutnya, Pemerintah mengimbau masyarakat untuk memahami arti penting menjaga dan melindungi data pribadi, terutama ketika harus berurusan dengan arus data lintas negara.
“Tidak hanya Pemerintah, tetapi juga butuh peran dari seluruh pihak seperti penyelenggara sistem elektronik dan masyarakat. Kita tidak bisa melihat hanya dari satu sisi yang bagus-bagus saja, tetapi juga harus membuka mata bahwa ketika kita mentransmisikan bertukar data ada risiko-risiko keamanan siber yang menyertainya. Masyarakat perlu mewaspadainya bersama, terutama ketika harus berurusan dengan data arus lintas negara,” ungkapnya. (SP/B1)